Manusia adalah makhluq (ciptaan ) Allah SWT [96:1-2], dia ada di dunia bukan atas kehendaknya, tetapi semata-mata kehendak (Iradah) dan kuasa (qudrah) Allah SWT. Asalnya manusia itu “tidak ada”, menjadi “ada” karena diadakan oleh Allah SWT Sang Pencipta [76:1-3].
Karena yang meng-ada-kan (menciptakan) manusia itu adalah Allah, maka yang tahu tujuan dan untuk apa manusia hidup didunia adalah Allah SWT. Sang Pencipta menyatakan bahwa tujuan manusia diciptakan adalah untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT [51:56].
Karena tujuan penciptaan manusia itu adalah agar manusia mengabdi kepada Allah, maka Ibadah menjadi TUGAS HIDUP manusia [15:99].
Manusia tidak diciptakan oleh Allah untuk menjadi orang kaya atau orang miskin, sehingga menjadi kaya bukanlah kemuliaan dan menjadi miskin bukanlah kehinaan. Tetapi bagaimana kaya maupun miskin menjadi sarana (wasilah) pengabdian (ibadah) kepada Allah SWT. Orang kaya bisa mengabdi dengan cara bersyukur, orang miskin bisa mengabdi dengan cara bersabar. Tidak juga diciptakan untuk menjadi orang cantik, orang terkenal, orang yang tinggi kedudukan sosialnya, tetapi diciptakan agar menjadi HAMBA ALLAH TA’ALA saja.
Ibadah secara tekhnis adalah “TAAT”, yaitu taat kepada Allah SWT dengan murni dan konsekwen menjalankan DIN ISLAM [98:5]. Menjadi Hamba Allah berarti menjadi manusia yang taat menjalankan aturan Allah didalam Din Islam.
Manusia yang sadar akan purwadaksinya, akan menjadi Hamba Allah Ta’ala. Tetapi sebagian besar manusia justru tidak menyadari jati dirinya, bukannya menjadi hamba Allah (Abid Allah), malah menjadi Hamba Thaguth (Abid Thaguth)[5:60].
Abid Thaguth adalah manusia yang rela diatur dengan aturan yang diproduk oleh Thaguth [4:60]. Salah satu makna Thaguth adalah PEMBUAT ATURAN / HUKUM yang tidak bersumber kepada wahyu, hukumnya di dinamakan HUKUM JAHILIYYAH [5:50], sementara pembuatnya disebut Thaguth [4:60]. Jadi “menyembah” thaguth bukan berarti ruku dan sujud dihadapan thaguth tetapi dengan cara taat kepada aturan / hukum Jahiliyyah yang diproduk thaguth.
Allah memvonis para penyembah thaguth itu dengan vonisan syirik (menduakan Allah) dan kafir (menolak hokum Allah) [2:256-257], sehingga pelakunya disebut MUSYRIK dan KAFIR.
Berikut ini perbandingan abid Allah dengan abid Thaguth
1. Abid Allah beribadah kepada Allah [1:5], sementara abid thaguth ibadahnya kepada thaguth [5:60]
2. Abid Allah beribadah kepada Allah dengan cara mentaati hokum Allah saja [12:40, 5:50], sementara abid thaguth ibadahnya kepada thaguth dengan cara mentaati hokum jahiliyyah [5:50], yaitu hokum dan perundang undangan yang dibuat thaguth [4:60]
3. Hukum Allah adalah hokum dan perundang undangan yang bersumber dari wahyu Allah SWT [5:48]. Sementara hokum Jahiliyyah produk thaguth adalah hokum yang digali dan bersumber dari: [1] Prasangka, pikiran atau filsafat [10;35-36], [2] Hawa nafsu [25;43], [3] budaya manusia [5:104], atau [4] suara terbanyak / opini public [6:116].
4. Abid Allah akan mendapat busyra (kabar gembira) dari Allah yaitu surga [39:17]. Sementara Abi Thaguth karena musyrik, maka balasanya:
~ Tidak akan diampuni dosanya [4:48]
~ Dihapus amal baiknya [39:65]
~ Haram masuk surga [5:72]
~ Tempatnya neraka [5:72]
~ Haram dimintakan ampunan kepada Allah [9:113]
~ Haram berada dalam kepemimpinannya [5:51, 9:23-24]
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar