Sabtu, 19 Februari 2011

RAKUS DUNIA | oleh: m iman taufiqurrahman

Ш
Rakus Duniawi
جشع الدنيا

Dikisahkan...seekor anjing yang sangat rakus. Dengan tubuhnya yang besar dan gigi taringnya yang tajam, ditambah suaranya yang nyaring, si Rakus ini menjadi raja jalanan.

Sudah banyak korban sesama anjing yang direbut makanannya oleh si rakus. Kerap makanan dimulutnya belum habis, si rakus merebut paksa makanan dari anjing lainnya.

Suatu hari ia kelaparan, jalanan sepi, hanya angin semilir yang mengelus elus perutnya yang kempes. Setelah mondar mandir ke berbagai arah dengan jarak tempuh yang jauh, akhirnya ia temukan sepotong daging, mungkin agak basi sisa makanan manusia yang dibuang ke tempat sampah. “ah... daripada tidak ada”, kata si Rakus.

Berjalan melewati sungai dengan jembatan bambu yang kecil. Ketika ia melihat kebawah, ia temukan sepotong daging segar sedang digigit seekor anjing besar. Ia lompat untuk merebut makanan yang digigit anjing tadi, mungkin si rakus tertarik oleh segarnya daging yang dibawa anjing lain.

Tak disangka ternyata, yang diterkam si Rakus adalah bayangan dirinya sendiri yang dipantulkan air bening sungai kecil. Badannya basah kuyup, daging yang digigitnya hanyut oleh arus sungai dan nyawanya terancam. Susah payah rupanya si Rakus keluar dari kemelut maut. Walau akhirnya berhasil juga ia naik ke darat dengan nafas yang terengah engah.
Berjalan lunglai tanpa tenaga, dengan perutnya yang semakin lapar. Oh kasihan.

(cerita disadur dari Kitab “Bahrul Adab”)

0oo

Tentu saja cerita itu adalah fiktif. Namun ada pesan mulia yang termuat dibalik cerita itu:

Pesona dunia itu sangat menipu, fatamorgana dan nisbi

Firman Allah SWT berikut ini: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q.S. Al-Hadiid [57]:20)


Pesona dunia membuat penikmatnya mencandu, bertobatlah dari candu khayal duniawi.

Rasulullah saw bersabda, "Andaikan seorang anak Adam (manusia) mempunyai satu lembah dari emas pasti ia ingin mempunyai dua lembah dan tidak ada yang dapat menutup mulutnya (menghentikan kerakusannya kepada dunia) kecuali tanah (maut). Dan Allah berkenan memberi taubat kepada siapa yang bertaubat."
(Bukhari - Muslim)


Kerakusan pada dunia berakibat mencelakakan diri sendiri. 

Rasulullah saw berikut ini: “Kalau begitu, bergembiralah dan berharaplah memperoleh sesuatu yang melapangkan diri kalian. Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (Hadits riwayat Muslim (2961) dan al-Bukhari (6425), dan Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab tentang Zuhud hal. 73)
Read More »»»

Jumat, 18 Februari 2011

Terombang Ambing dalam Gelombang Prasangka | oleh: m iman taufiqurrahman

 Suatu hari seorang tua yang bijak membawa anaknya jalan jalan. Perbekalan sudah disiapkan dan kendaraan berupa seekor keledai juga telah didandani sebagai kendaraan tunggangan. Keledai itu tidak terlalu besar dan teramat kecil untuk ditunggangi dua orang.

Sampailah disatu kampung, namun tiba tiba penduduk kampung  pada mencemooh Orang Tua Bijak dan anaknya. Mereka didesa itu berkata: “Sungguh tidak berperasaan  kedua orang ini, tega teganya keledai kecil mereka tunggangi berdua”

Demi mendengar hal itu, Orang tua Bijak yang memiliki Nama Luqmanul Hakim kemudian turun dan menuntun keledai. Masuklah mereka berdua ke suatu kampung berikutnya. Penduduk kampung pada mencela penunggang kuda, diantara mereka terdengar berkata: alangkah kurang ajarnya sia anak itu”, umpat mereka, samar terdengar. “masa dia enek-enakan naik keledai sementara ayahnya sendiri dibiarkan berjalan menuntun keledai

Kini giliran si anak yang merasa gerah dicela dan dihujat penduduk kampung. Si anak kemudian mempersilahkan ayahnya (Lukmanul Hakim) untuk menunggangi keledai  dan ia akan berjalan menuntun keledai. Pertukaran posisi itu diminta si anak agar terbebas dari hujatan manusia.

Di kampung ketiga yang ia singgahi  ternyata sama saja mereka pada mengumpat si Ayah. Dasar Orang Tua kejam, tega membiarkan anaknya berkeringat dan kelelahan berjalan menuntun keledai, sementara Orang Tuanya malah menikmati perjalanan dengan menunggangi keledai

Si anak mulai gerah dengan segala komentar-komentar manusia yang dia jumpai disepanjang perjalanan, sehingga akhirnya mereka (Lukman dan anaknya) sepakat untuk tidak menunggangi keledai tetapi menuntunnya bersama-sama. Alangkah tidak disangka oleh si anak,  ternyata diperjalanan mereka ditertawai oleh setiap yang dijumpai mereka. Huh dasar orang bodoh, buat apa keledai itu dituntun, bukankah keledai itu binatang tunggangan , demikian sebagaian umpatan penduduk kampung yang terdengar langsung oleh telinga si anak.

Akhirnya si anak menemukan ide gila, ia meminta agar keledai ini di panggul saja berdua, agar sepi dari komentar dan umpatan manusia. Tentusaja semakin keras saja komentar orang orang. Mereka  memandang kedua orang ini sudah gila,  karena bukannya ditunggangi keledai itu, malah dipanggul.

Oooo

Lukmanul Hakim telah memberi pelajaran bagi anaknya melalui rekreasi ruhani sebenarnya.

Bahwa prasangka manusia tidaklah akan sampai pada kebenaran sedikitpun. Dan bahwa hidup manusia tidak akan tentram jika terus menerus menginginkan respon baik dari sesama atau terus menerus menghindar dari komentar jelek manusia. Satu saja yang harus diikuti yatu WAHYU ALLAH. Bertindaklah lurus sesuai tuntunan wahyu Allah dan jangan ikuti prasangka manusia dengan itu hidupmu PASTI dan TENTRAM. Dan pasti apapun yang dilakukan manusia apakah itu adalah tindakan yang benar ataupun yang salah selalu saja ada yang berkomentar.

Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS 10/36)

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS 6/116)

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS 2/147)



Read More »»»

Kamis, 17 Februari 2011

Diantara HARAPAN dan AnGaN - ANgaN oleh: m iman taufiqurrahman

Seorang petani yang mencari benih unggul Padi, sengaja ia memilih yang terbaik, walau sedikit mengeluarkan “biaya lebih” dari kantongnya. Dia olah tanah sawahnya dengan cara terbaik, walau sedikit menghabiskan “waktu lebih” di sekotak sawahnya. Tidak lupa ia memupuk dengan pupuk alami dan kimia sesuai arahan “mentornya” di kelompok tani. Setiap hari ia mengolah tanahnya, mengusir hama dan gulma yang akan menggerogoti tanaman pertaniannya, walau kerap ia menggunakan “tenaga lebih” untuk itu.
Kiranya inilah petani yang boleh berHARAP 3 bulan lagi ia akan memanen hasil usahanya. Bahkan wajib “berharap lebih” karena ia telah menggunakan WAKTU, BIAYA, dan TENAGA “lebih” dari yang lainnya dalam mengelola dan memelihara tanaman pertaniannya.

Sebaliknya jika bukan benih unggul yang ditanam, tidak ditanam di lahan tanah yang subur, tidak mengolahnya dengan serius, tidak memelihara dengan tekun…  ia seringkali ongkang ongkang kaki, terlelap dalam lamunan di kursi malas, maka 3 bulan lagi akan memanen hasil taninya dengan hasil yang banyak itulah namanya “ANGAN ANGAN”.


Itulah bedanya Harapan (Roja’) dengan Angan-angan (Amaniy)

(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. (QS 4/123)

Barang siapa yang MENGHARAP pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS 29/5)

YA RABB!
Diantara Harap dan Angan ... aku berdiri
beri hamba kekuatan HARAP yang KUAT
dan sirnakan Ketinggian ANGAN-ANGANku

Hamba berharap
kelak digabungkan dengan jama'ah hamba-hamba-MU
diseru dengan seruan penuh RAHMAH
di persilahkan memasuki Surga-Mu

Hamba berharap bertemu dengan-MU
menatap Wajah-MU
menikmati keindahan estetika TERINDAH
duhai lezatnya....

RAbb!
Qabulkanlah.


MIT VOICE
Saung Harap, 18 Februari 2011 M
Read More »»»

Jumat, 11 Februari 2011

MERAIH RIZQI HALAALAN THAYYIBA oleh: m iman taufiqurrahman


Rizqi  didalam presfektif Rububiyyah itu ada 3 Macam:
  Harta Yang Dijaminkan Allah SWT
Harta Yang Wajib ditinggalkan
Harta Yang Wajib diUsahakan

harta yang
dijaminkan

Firman Allah SWT:
“dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” (QS Huud (11) ayat 6)

“ dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS Al-Ankabut (29) ayat 60)

Ayat ini mengandung jaminan pasti dari Allah SWT, bahwa setiap yang bernyawa pasti telah dijamin rizqinya oleh Ar-Rozaq. Ini adalah anugerah dari Allah SWTdimana seluruh makhluq-Nya yang bernyawa tidak perlu mengusahakan jenis rizqi yang telah dijaminkan (madhmun) oleh Allah bagi makhluqNya.

Penjaminan Allah itu ada dua: yang direct (langsung) dan yang indirect (tidak langsung).

Rizqi Madhmun (jaminan Allah) yang langsung misalnya; Udara, cahaya, sinar matahari, dinginnya malam adalah rizqi dari Allah SWT tanpa perlu manusia mengusahakannya. 

Rizqi Madhmun (jaminan Allah) yang tidak langsung misalnya seorang musafir yang dijamin oleh baitul maal (kas negara Islam) dalam pos Ibnu sabil. Atau para pekerja dan aparat  yang mendapat bagian dari baitul maal melalui pos Fisabilillah. Atau orang-orang Miskin yang juga mendapat bagian dari baitul maal melalui pos Masaakin dan lain-lain. Inilah jaminan rizqi dari Allah SWT melalui kewajiban negara Islam untuk menyalurkannya.  Dan orang orang yang rizqinya telah dijamin Allah melalui penyaluran Baitul Maal (kas negara Islam) itu yang sering disebut Ashnafu Tsamaniyyah (8 pos anggaran belanja negara Islam). Firman Allah SWT: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah (9) ayat 60)

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa 8 pos APBN Islam ini akan berlaku secara sempurna jika sabab-nya telah sempurna. Sabab yang sempurna itu adalah “Istikhlaf” yaitu Negara Islam Berkuasa penuh secara de facto baik kedalam maupun keluar. Karena kalau telah tercapai “Istikhlaf” dengan sempurna maka Allah menjanjikan “Baldatun Tyayyibatun wa Robbun Ghafuur” (QS 34/15), yaitu negri yang gemah ripah loh jinawi, negri yang sejahtera, adil dan qishty, negri yang makmur dan mampu menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya sembari dinaungi ridha dan ampunanNya.

Diceritakan bahwa pada hari kedua setelah pengangkatannya selaku Khalifah, Abû Bakr kembali menjalani pekerjaannya sebagai pedagang bahan pakaian. Dia memanggul sendiri dagangannya dan pergi untuk menjualnya.
Di tengah jalan, dia dijumpai oleh ‘Umar ibn l-Khaththâb yang bertanya kepadanya : “Hendak kemana anda?”
“Ke pasar,” jawab Abû Bakr.
Kata ‘Umar : “Apa yang anda lakukan, sesungguhnya anda telah diangkat selaku pimpinan kaum Muslimin.”
(Dalam riwayat lain, ‘Umar berkata : “Sesungguhnya anda telah memikul urusan yang akan menyibukkan anda dari berjualan di pasar.”)
Kata Abû Bakr : “Lantas dari mana aku akan memberi makan keluargaku?” (atau Abû Bakr berkata : “Subhanallâh, benarkah aku akan tersibukkan sedemikian rupa sampai tidak sempat menafkahi keluargaku lagi?”)
Kata ‘Umar : “Pergilah menemui Abû ‘Ubaidaĥ (pemegang kunci Baitu l-Mâl), dia akan menetapkan tunjangan untukmu.”
(atau ‘Umar berkata : “Kami akan menetapkan tunjangan yang pantas untukmu.”).
Kata Abû bakr : “Bagaimana engkau ini hai ‘Umar, sesungguhnya aku takut (kalau aku) bukan orang yang berhak memperoleh makan dari harta Baitu l-Mâl.”
Akhirnya, setelah didesak, Abû Bakr pun pergi menemui Abû ‘Ubaidaĥ diantar oleh ‘Umar. Kata Abû ‘Ubaidaĥ : “Aku akan menetapkan tunjangan bagimu senilai tunjangan yang diberikan kepada para Muhâjirîn, tidak lebih besar, tidak pula lebih rendah. Engkau juga berhak memperoleh pakaian untuk musim dingin dan musim panas. Apabila telah usang, tukarkanlah padaku.”
Maka Abû ‘Ubaidaĥ menetapkan tunjangan bagi Abû Bakr sebesar setengah syât per hari (atau empat ribu dirham per tahun).


Jika sabab’ itu belum terpenuhi dengan sempurna, maka perhatikan kisah Bani Israil pada zaman Musa AS yang meminta-minta fasilitas kepada Rasul (pemerintahan Islam) sebelum tercapainya futuh (kemenangan) menguasai negri kan’an (palestina), lihat QS 2/61.  Atas permintaan ummatnya itu Musa AS menjawab “pergilah kamu ke suatu Kota, karena apa yang kamu minta semua ada disana!”. Maksudnya Kuasai dulu suatu kota / negri yakni Palestina, sebab setelah Islam berkuasa maka segala kebutuhan pokok rakyatnya menjadi kewajiban negara untuk menjaminnya.

Artinya Ashnafu Tsamaniyyah (8 pos APBN ISLAM) juga berlaku tidak sempurna karena sababnya belum berlaku dengan sempurna.




Harta Yang
Wajib ditinggalkan

Harta yang Matruk (wajib ditinggalkan) adalah harta yang Haram dan fasaad. Harta yang Haram itu dilihat dari dua sisi: satu sisi dari jenis hartanya yang haram untuk dikonsumsi dzatnya (haram lidzaatih) dan dari sisi usahanya yang haram (haraam likasbihi)

Misalnya Khamr (minuman keras), darah, daging babi dan sembelihan yang tidak menyebut nama Allah adalah jenis barang (dzat) yang haram untuk dikonsumsi (QS 2/173), walaupun barang itu dari usaha yang halal.

Atau barang yang halaal untuk dikonsumsi tetapi dihasilkan dengan usaha yang tidak legal sepanjang hukum Islam, misalnya dari hasil mencuri (QS 5/38), menipu (ghaasy), dan lain-lain.

Perhatikan kisah seorang yang berdo’a kepada Allah SWT tetapi do’anya terhalang harta yang MATRUK.

Ada seorang laki-laki – begitu diceritakan dalam sebuah hadits Muslim dan Turmudzi – yang datang dari jauh, rambutnya tidak terurus, penuh dengan debu, ia mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berdoa : “Yā Rabbi, yā Rabbi,” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan usahanya haram pula, maka kata Rasūlullāh yang menuturkan cerita ini : “Bagaimana mungkin doanya itu mustajab?”


Fasaad,  dilihat dari 3 sisi;
(1) salah pendistribusiannya
(2) pengaruh jelek setelah mengkonsumsinya dan
(3) penunaian kewajibannya

Walaupun dzat dan kasabnya itu halal tetapi jika dikonsumsi terlalu banyak hingga menyebabkan berlebih-lebihan / israaf maka itu termasuk Matruk / wajib ditinggalkan, karena berpengaruh jelek setelah mengkonsumsinya yakni tidak berkah. 

Firman Allah: “dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-An’am (6) ayat 41)

Atau misalnya seseorang yang bekerja keras hingga meninggalkan wajib sucinya, melalaikan fungsi dan peran risalahnya, melemahkan semangat juang (ruhul jihad)nya. Maka harta yang diperoleh dengan cara seperti ini walaupun jenis usaha (kasab)nya halal, tetapi wajib ditinggalkan (matruk), karena berakibat jelek bagi dirinya dalam kehidupannya diakhirat kelak. Ini adalah orang yang sudah tertipu oleh keindahan kehidupan dunia sambil lupa nasibnya kelak diakhirat.

“kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS Al-Baqarah (2) ayat 212)

Firman Allah:
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
12. niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS Ash-Shaf (61) ayat 10-12)


Terkatagori Matruk (wajib ditinggalkan) harta itu jika salah dalam mendistribusikannya (menginfaqannya).

Walaupun secara dzat dan kasabnya halal tetapi jika dibelanjakan dijalan yang salah maka harta (maal) itu menjadi harta yang Matruk (wajib ditinggalkan). Misalnya ia belanjakan harta itu fisabilit Thaguth. Firman Allah SWT: “ dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Baqarah (2) ayat 19)

Terkatagori Matruk (wajib ditinggalkan) harta itu jika dikonsumsi tanpa ditunaikan hak (kewajibannya) saat menerima harta halaal tersebut. Seseorang yang bekerja dan berusaha keras kemudian berbuah hasil harta (maal) maka harta yang didapat itu sebenarnya belum layak konsumsi sebelum atau tanpa ditunaikan kewajiban hartanya yaitu INFAQ FI SABILILLAH. “dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-An’am (6) ayat 41)

“ Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS Al-Baqarah (2) ayat 267)

harta yang
wajib diusahakan

Harta yang wajib diusahakan itu ada 2:
(1)  Harta yang dijanjikan (mau’ud)
(2)  Harta yang diikhtiyari (mukhoyyar)

Harta yang dijanjikan (mau’ud) itu adalah harta / rizqi yang dianugerahkan oleh Allah sebagai janji-Nya yang pasti bagi orang yang memenuhi ketaqwaan dan menyempurnakan karya juangnya Fi Sabilillah.
 
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.
dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. “ (QS Ath-Thalaq (65) ayat 2-3)

“ janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran (3) ayat 169)

Harta yang dijanjikan baik didunia maupun kelak diakhirat ini adalah pasti diberikan tanpa ragu. Dan usahanya adalah dengan menyempurnakan ketaqwaan (ketaatan) dan menunantaskan tugas suci juang fisabilillah.


Harta yang diikhtiyari artinya adalah harta halaal yang diperoleh melalui usaha atau kerja yang halaal.

Bumi dan segala isinya telah disetting oleh Allah untuk manusia (QS 2/29). Bumi ini dihamparkan oleh Allah menjadi sumber sumber penghidupan bagi manusia (QS 7/10).  “Maka bertebaranlah kalian di bumi, dan carilah oleh kalian sebagian karunia Allâh” (QS 62/10).

"Dialah zat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu. Oleh karena itu berjalanlah di permukaannya dan makanlah dari rezekinya." (al-Mulk: 15)

Bekerja dan berusaha yang halal hingga mencegahnya dari meminta-minta dan menggantungkan hidup kepada orang lain adalah sebuah karya yang mulia apapun usahanya. Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh seseorang yang membawa tali, kemudian ia membawa seikat kayu di punggungnya lantas dijualnya, maka dengan itu Allah menjaga dirinya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka yang diminta itu memberi atau menolaknya." (Riwayat Bukhari dan Muslim) Sabdanya pula:  "Tidak makan seseorang satu makanan sedikitpun yang lebih baik, melainkan dia makan atas usahanya sendiri,dan Nabi Daud makan dari hasil pekerjaanya sendiri." (Riwayat Bukhari)
Rasulullah SAW bersabda:

اَلتَّاجِرُ الصَّدُوْقُ يُحْشَرُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pengusaha yang jujur akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama para shiddîqîn dan para syuhadâ (HR Turmudzi)

Hadits-hadits dari Rasulullah dengan periwayatannya yang shahih ini mewajibkan berusaha dengan usaha yang halal untuk memperoleh rizki yang halal. Sekaligus mengecam orang yang mampu bekerja atau berusaha tetapi menganggur dan menyebabkan ia menjadi peminta-minta dan menggantungkan hidupnya kepada orang lain.

Lihatlah bagaimana Musa yang harus menjadi buruh bayaran kepada Ayyub AS selama 8 atau 10 tahun. Puteri-puteri Ayyub AS berkata : "Hai, ayah! Ambillah buruh dia itu (musa), karena sebaik-baik orang yang engkau ambil buruh haruslah orang yang kuat dan terpercaya." (al-Qashash: 26).

Sabda Rasulullah SAW pula: "Tidak makan seseorang satu makanan sedikitpun yang lebih baik, melainkan dia makan atas usahanya sendiri,dan Nabi Daud makan dari hasil pekerjaanya sendiri." (Riwayat Bukhari)

Disusun
Oleh: M iman taufiqurrahman
11 Februari 2011, Bandung

*catatan: tulisan ini bersambung kepada tulisan yang bertajuk “Hak dalam Harta yang mensucikan” (insya Allah)







Read More »»»

Jumat, 04 Februari 2011

Dakwah itu WAJIB dan PERLU ~~~oleh: m iman Taufiqurrahman


ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (( 6/125))
Seruan langit kepada insan penghuni bumi adalah “serulah (manusia) kepada sabili Rabbik (jalan Tuhanmu)” (6/125). Seruan suci dan memuliakan seluruh insan  yang menyambutnya sehingga Allah SWT menggelari manusia yang mengorbit (beredar)ditengah tengah masyarakat untuk berdakwah dengan sebutan “KHAIRO UMMAT (Ummat Terbaik)” (3/110) dan juga Allah sebut dengan “AHSANU QAULAN (Ucapan terbaik)” (41/33) .
Rasulullah SAW juga bersabda:
 لِأَنْ يَهْدِيَكَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ. (رواه مسلم).
Sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui engkau (dakwah engkau) maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki onta merah.” (Hadits shahih riwayat Muslim dalam kitab  fadha’il, no. 2406).
Dalam Hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah swt memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).


Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 125 yang diawali dengan perintah SERULAH!’. Menunjukan bahwa “menyeru manusia” atau dakwah itu hukumnya wajib. Karena asal dari perintah menunjukan kepada wajib kecuali kalau ada dalil lain yang memalingkannya.


Kewajiban dakwah ini kena kepada seluruh manusia mukmin (fardlu ain). Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan kepada kita agar menjadi “Ummat” yang selalu berdakwah (3/105), dan teruslah berdakwah seperti yang telah Allah perintahkan kepada kita (42/15).


Dakwah adalah ajakan atau seruan kepada manusia kejalan Rabb (6/125) agar manusia mengabdi kepada Allah dan menjauhi thaguth (39/17, 16/36) dan agar Din Islam tegak dimuka bumi ini (42/13-15).


Bagaimana jika manusia mukmin mulai meninggalkan amanah dakwah ini?
1. Manusia yang meninggalkan amanah dakwah adalah manusia yang EGOIS. Kalau ia benar hanya ingin benar sendiri, kalau ia baik maka ia hanya ingin baik sendirian.  Padahal Rasulullah SAW mengajarkan agar manusia menjadi manusia social yang mau belajar qur’an dan mengajarkan Qur’an kepada orang lain.
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ.
”Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. al-Bukhari dan al-Tirmizi)
2. Manusia yang meninggalkan amanah dakwah adalah manusia DAYUS, yaitu manusia yang enggan melakukan perubahan dan perbaikan sosial. Allah SWT mengancam  Adzab bagi manusia yang berpangku tangan dari keburukan dan kejahatan social tanpa mau berpartisifasi membereskannya dengan gerakan dakwah. Lihat kisah di adzabnya Bani Israel ketika ia diam tidak mengingatkan  masyarakat untuk berhenti menodai hari sabat (7/164-165)
3. manusia yang meninggalkan amanah dakwah adalah manusia terlaknat. Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya. Hendaklah kalian benar-benar melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Dan Hendaklah kalian benar-benar mengambil tangan orang yang bodoh dan membawanya kepada kebenaran atau ALLAH benar-benar akan memukul hati sebagian kalian dengan sebagian lainnya, kemudian melaknat kalian sebagaimana ALLAH melaknat mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/161)
4. Mengundang adzab Allah. Dari sahabat Abu Bakar ra, beliau berkata: sesungguhnya kami pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan kedzaliman, kemudian mereka tidak mencegah orang itu, maka ALLAH akan meratakan adzab kepada mereka semua. (Shahih. HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
5. Terhalang terkabulnya do’a. Rasulullah bersabda,”Demi Dzat yang diriku di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu, maka sungguh ALLAH akan mengirimkan kepada kalian siksa-Nya kemudian kalian berdo’a kepada-Nya akan tetapi ALLAH tidak mengabulkan do’a kalian.” (Shahih. HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Read More »»»