Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar) (QS Al-Baqarah : 17-18)
Ketika gelap, maka yang dibutuhkan adalah cahaya agar dapat menerangi jalannya sehingga tidak sesat jalan dan sampai tujuan.
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar) (QS Al-Baqarah : 17-18)
Ketika gelap, maka yang dibutuhkan adalah cahaya agar dapat menerangi jalannya sehingga tidak sesat jalan dan sampai tujuan.
Orang munafiq diibaratkan seperti orang yang sedang menjalani hidup dunia ini yang ‘gelap’. Agar perjalanan hidupnya tidak tersesat dan sampai tujuan, maka dibutuhkan “cahaya hidup” sebagai penerang jalan kehidupan. “Cahaya hidup” itu adalah Al-Qur’an.
Hanya saja sikap munafiq terhadap Al-Qur’an adalah salah. Mereka , menjadikan Al-Qur’an bukan sebagai “penerang jalan”, tetapi “penerang diri”. Diibaratkan orang yang menyalakan obor / lilin ditengah kegelapan, tetapi setelah obor / lilin itu nyala ternyata cahaya lilin itu hanya sanggup menerangi dirinya, sementara jalan hidupnya tetaplah gelap (dihilangkan cahayanya). Beda lagi jika yang dinyalakannya senter bateray, maka cahaya senter itu tidak menerangi tubuh tetapi menerangi jalannya.
Gambaran yang tepat akan sifat busuk kaum munafiqin. Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai media menuju kesenangan diri (oportunis). Mereka tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai “Hudan” (petunjuk hidupnya) tetapi sebagai komoditas. Mereka tidak mau menjadikan Al-Qur’an sebagai dumber hokum dalam idiologi, politik, ekonomi, social budaha dan HANKAM.
Al-Qur’an dijadikan alat untuk meraih harta, tahta bahkan wanita. Bahkan Al-Qur’an dijadikan dalil untuk menjustifikasi aturan / hukum yang mereka bikin sendiri. Hal ini pernah terjadi pada kaum Yahudi dan Nashrani. Mereka mencampakkan Kitab Allah dan membuat Kitab (aturan / hokum sendiri) tetapi kemudian mereka berkata :”ini dari Allah” (QS 2:75-79).
Mereka mengaku mengimani Kitab Allah (Al-Qur’an) tetapi berhukum dengan hokum Thaguth (QS 4:60). Mereka mengaku beriman kepada Al-Qur’an tetapi enggan berjuang menegakan hokum yang berdasarkan Al-qur’an / syari’at Islam (QS 5:68).
Al-Qur’an dijadikan alat untuk meraih harta, tahta bahkan wanita. Bahkan Al-Qur’an dijadikan dalil untuk menjustifikasi aturan / hukum yang mereka bikin sendiri. Hal ini pernah terjadi pada kaum Yahudi dan Nashrani. Mereka mencampakkan Kitab Allah dan membuat Kitab (aturan / hokum sendiri) tetapi kemudian mereka berkata :”ini dari Allah” (QS 2:75-79).
Mereka mengaku mengimani Kitab Allah (Al-Qur’an) tetapi berhukum dengan hokum Thaguth (QS 4:60). Mereka mengaku beriman kepada Al-Qur’an tetapi enggan berjuang menegakan hokum yang berdasarkan Al-qur’an / syari’at Islam (QS 5:68).
MEREKA ITU TULI, BISU DAN BUTA.