Jumat, 18 Februari 2011

Terombang Ambing dalam Gelombang Prasangka | oleh: m iman taufiqurrahman

 Suatu hari seorang tua yang bijak membawa anaknya jalan jalan. Perbekalan sudah disiapkan dan kendaraan berupa seekor keledai juga telah didandani sebagai kendaraan tunggangan. Keledai itu tidak terlalu besar dan teramat kecil untuk ditunggangi dua orang.

Sampailah disatu kampung, namun tiba tiba penduduk kampung  pada mencemooh Orang Tua Bijak dan anaknya. Mereka didesa itu berkata: “Sungguh tidak berperasaan  kedua orang ini, tega teganya keledai kecil mereka tunggangi berdua”

Demi mendengar hal itu, Orang tua Bijak yang memiliki Nama Luqmanul Hakim kemudian turun dan menuntun keledai. Masuklah mereka berdua ke suatu kampung berikutnya. Penduduk kampung pada mencela penunggang kuda, diantara mereka terdengar berkata: alangkah kurang ajarnya sia anak itu”, umpat mereka, samar terdengar. “masa dia enek-enakan naik keledai sementara ayahnya sendiri dibiarkan berjalan menuntun keledai

Kini giliran si anak yang merasa gerah dicela dan dihujat penduduk kampung. Si anak kemudian mempersilahkan ayahnya (Lukmanul Hakim) untuk menunggangi keledai  dan ia akan berjalan menuntun keledai. Pertukaran posisi itu diminta si anak agar terbebas dari hujatan manusia.

Di kampung ketiga yang ia singgahi  ternyata sama saja mereka pada mengumpat si Ayah. Dasar Orang Tua kejam, tega membiarkan anaknya berkeringat dan kelelahan berjalan menuntun keledai, sementara Orang Tuanya malah menikmati perjalanan dengan menunggangi keledai

Si anak mulai gerah dengan segala komentar-komentar manusia yang dia jumpai disepanjang perjalanan, sehingga akhirnya mereka (Lukman dan anaknya) sepakat untuk tidak menunggangi keledai tetapi menuntunnya bersama-sama. Alangkah tidak disangka oleh si anak,  ternyata diperjalanan mereka ditertawai oleh setiap yang dijumpai mereka. Huh dasar orang bodoh, buat apa keledai itu dituntun, bukankah keledai itu binatang tunggangan , demikian sebagaian umpatan penduduk kampung yang terdengar langsung oleh telinga si anak.

Akhirnya si anak menemukan ide gila, ia meminta agar keledai ini di panggul saja berdua, agar sepi dari komentar dan umpatan manusia. Tentusaja semakin keras saja komentar orang orang. Mereka  memandang kedua orang ini sudah gila,  karena bukannya ditunggangi keledai itu, malah dipanggul.

Oooo

Lukmanul Hakim telah memberi pelajaran bagi anaknya melalui rekreasi ruhani sebenarnya.

Bahwa prasangka manusia tidaklah akan sampai pada kebenaran sedikitpun. Dan bahwa hidup manusia tidak akan tentram jika terus menerus menginginkan respon baik dari sesama atau terus menerus menghindar dari komentar jelek manusia. Satu saja yang harus diikuti yatu WAHYU ALLAH. Bertindaklah lurus sesuai tuntunan wahyu Allah dan jangan ikuti prasangka manusia dengan itu hidupmu PASTI dan TENTRAM. Dan pasti apapun yang dilakukan manusia apakah itu adalah tindakan yang benar ataupun yang salah selalu saja ada yang berkomentar.

Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS 10/36)

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS 6/116)

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS 2/147)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar