Jumat, 11 Februari 2011

MERAIH RIZQI HALAALAN THAYYIBA oleh: m iman taufiqurrahman


Rizqi  didalam presfektif Rububiyyah itu ada 3 Macam:
  Harta Yang Dijaminkan Allah SWT
Harta Yang Wajib ditinggalkan
Harta Yang Wajib diUsahakan

harta yang
dijaminkan

Firman Allah SWT:
“dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” (QS Huud (11) ayat 6)

“ dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS Al-Ankabut (29) ayat 60)

Ayat ini mengandung jaminan pasti dari Allah SWT, bahwa setiap yang bernyawa pasti telah dijamin rizqinya oleh Ar-Rozaq. Ini adalah anugerah dari Allah SWTdimana seluruh makhluq-Nya yang bernyawa tidak perlu mengusahakan jenis rizqi yang telah dijaminkan (madhmun) oleh Allah bagi makhluqNya.

Penjaminan Allah itu ada dua: yang direct (langsung) dan yang indirect (tidak langsung).

Rizqi Madhmun (jaminan Allah) yang langsung misalnya; Udara, cahaya, sinar matahari, dinginnya malam adalah rizqi dari Allah SWT tanpa perlu manusia mengusahakannya. 

Rizqi Madhmun (jaminan Allah) yang tidak langsung misalnya seorang musafir yang dijamin oleh baitul maal (kas negara Islam) dalam pos Ibnu sabil. Atau para pekerja dan aparat  yang mendapat bagian dari baitul maal melalui pos Fisabilillah. Atau orang-orang Miskin yang juga mendapat bagian dari baitul maal melalui pos Masaakin dan lain-lain. Inilah jaminan rizqi dari Allah SWT melalui kewajiban negara Islam untuk menyalurkannya.  Dan orang orang yang rizqinya telah dijamin Allah melalui penyaluran Baitul Maal (kas negara Islam) itu yang sering disebut Ashnafu Tsamaniyyah (8 pos anggaran belanja negara Islam). Firman Allah SWT: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah (9) ayat 60)

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa 8 pos APBN Islam ini akan berlaku secara sempurna jika sabab-nya telah sempurna. Sabab yang sempurna itu adalah “Istikhlaf” yaitu Negara Islam Berkuasa penuh secara de facto baik kedalam maupun keluar. Karena kalau telah tercapai “Istikhlaf” dengan sempurna maka Allah menjanjikan “Baldatun Tyayyibatun wa Robbun Ghafuur” (QS 34/15), yaitu negri yang gemah ripah loh jinawi, negri yang sejahtera, adil dan qishty, negri yang makmur dan mampu menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya sembari dinaungi ridha dan ampunanNya.

Diceritakan bahwa pada hari kedua setelah pengangkatannya selaku Khalifah, Abû Bakr kembali menjalani pekerjaannya sebagai pedagang bahan pakaian. Dia memanggul sendiri dagangannya dan pergi untuk menjualnya.
Di tengah jalan, dia dijumpai oleh ‘Umar ibn l-Khaththâb yang bertanya kepadanya : “Hendak kemana anda?”
“Ke pasar,” jawab Abû Bakr.
Kata ‘Umar : “Apa yang anda lakukan, sesungguhnya anda telah diangkat selaku pimpinan kaum Muslimin.”
(Dalam riwayat lain, ‘Umar berkata : “Sesungguhnya anda telah memikul urusan yang akan menyibukkan anda dari berjualan di pasar.”)
Kata Abû Bakr : “Lantas dari mana aku akan memberi makan keluargaku?” (atau Abû Bakr berkata : “Subhanallâh, benarkah aku akan tersibukkan sedemikian rupa sampai tidak sempat menafkahi keluargaku lagi?”)
Kata ‘Umar : “Pergilah menemui Abû ‘Ubaidaĥ (pemegang kunci Baitu l-Mâl), dia akan menetapkan tunjangan untukmu.”
(atau ‘Umar berkata : “Kami akan menetapkan tunjangan yang pantas untukmu.”).
Kata Abû bakr : “Bagaimana engkau ini hai ‘Umar, sesungguhnya aku takut (kalau aku) bukan orang yang berhak memperoleh makan dari harta Baitu l-Mâl.”
Akhirnya, setelah didesak, Abû Bakr pun pergi menemui Abû ‘Ubaidaĥ diantar oleh ‘Umar. Kata Abû ‘Ubaidaĥ : “Aku akan menetapkan tunjangan bagimu senilai tunjangan yang diberikan kepada para Muhâjirîn, tidak lebih besar, tidak pula lebih rendah. Engkau juga berhak memperoleh pakaian untuk musim dingin dan musim panas. Apabila telah usang, tukarkanlah padaku.”
Maka Abû ‘Ubaidaĥ menetapkan tunjangan bagi Abû Bakr sebesar setengah syât per hari (atau empat ribu dirham per tahun).


Jika sabab’ itu belum terpenuhi dengan sempurna, maka perhatikan kisah Bani Israil pada zaman Musa AS yang meminta-minta fasilitas kepada Rasul (pemerintahan Islam) sebelum tercapainya futuh (kemenangan) menguasai negri kan’an (palestina), lihat QS 2/61.  Atas permintaan ummatnya itu Musa AS menjawab “pergilah kamu ke suatu Kota, karena apa yang kamu minta semua ada disana!”. Maksudnya Kuasai dulu suatu kota / negri yakni Palestina, sebab setelah Islam berkuasa maka segala kebutuhan pokok rakyatnya menjadi kewajiban negara untuk menjaminnya.

Artinya Ashnafu Tsamaniyyah (8 pos APBN ISLAM) juga berlaku tidak sempurna karena sababnya belum berlaku dengan sempurna.




Harta Yang
Wajib ditinggalkan

Harta yang Matruk (wajib ditinggalkan) adalah harta yang Haram dan fasaad. Harta yang Haram itu dilihat dari dua sisi: satu sisi dari jenis hartanya yang haram untuk dikonsumsi dzatnya (haram lidzaatih) dan dari sisi usahanya yang haram (haraam likasbihi)

Misalnya Khamr (minuman keras), darah, daging babi dan sembelihan yang tidak menyebut nama Allah adalah jenis barang (dzat) yang haram untuk dikonsumsi (QS 2/173), walaupun barang itu dari usaha yang halal.

Atau barang yang halaal untuk dikonsumsi tetapi dihasilkan dengan usaha yang tidak legal sepanjang hukum Islam, misalnya dari hasil mencuri (QS 5/38), menipu (ghaasy), dan lain-lain.

Perhatikan kisah seorang yang berdo’a kepada Allah SWT tetapi do’anya terhalang harta yang MATRUK.

Ada seorang laki-laki – begitu diceritakan dalam sebuah hadits Muslim dan Turmudzi – yang datang dari jauh, rambutnya tidak terurus, penuh dengan debu, ia mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berdoa : “Yā Rabbi, yā Rabbi,” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan usahanya haram pula, maka kata Rasūlullāh yang menuturkan cerita ini : “Bagaimana mungkin doanya itu mustajab?”


Fasaad,  dilihat dari 3 sisi;
(1) salah pendistribusiannya
(2) pengaruh jelek setelah mengkonsumsinya dan
(3) penunaian kewajibannya

Walaupun dzat dan kasabnya itu halal tetapi jika dikonsumsi terlalu banyak hingga menyebabkan berlebih-lebihan / israaf maka itu termasuk Matruk / wajib ditinggalkan, karena berpengaruh jelek setelah mengkonsumsinya yakni tidak berkah. 

Firman Allah: “dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-An’am (6) ayat 41)

Atau misalnya seseorang yang bekerja keras hingga meninggalkan wajib sucinya, melalaikan fungsi dan peran risalahnya, melemahkan semangat juang (ruhul jihad)nya. Maka harta yang diperoleh dengan cara seperti ini walaupun jenis usaha (kasab)nya halal, tetapi wajib ditinggalkan (matruk), karena berakibat jelek bagi dirinya dalam kehidupannya diakhirat kelak. Ini adalah orang yang sudah tertipu oleh keindahan kehidupan dunia sambil lupa nasibnya kelak diakhirat.

“kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS Al-Baqarah (2) ayat 212)

Firman Allah:
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
12. niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS Ash-Shaf (61) ayat 10-12)


Terkatagori Matruk (wajib ditinggalkan) harta itu jika salah dalam mendistribusikannya (menginfaqannya).

Walaupun secara dzat dan kasabnya halal tetapi jika dibelanjakan dijalan yang salah maka harta (maal) itu menjadi harta yang Matruk (wajib ditinggalkan). Misalnya ia belanjakan harta itu fisabilit Thaguth. Firman Allah SWT: “ dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Baqarah (2) ayat 19)

Terkatagori Matruk (wajib ditinggalkan) harta itu jika dikonsumsi tanpa ditunaikan hak (kewajibannya) saat menerima harta halaal tersebut. Seseorang yang bekerja dan berusaha keras kemudian berbuah hasil harta (maal) maka harta yang didapat itu sebenarnya belum layak konsumsi sebelum atau tanpa ditunaikan kewajiban hartanya yaitu INFAQ FI SABILILLAH. “dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-An’am (6) ayat 41)

“ Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS Al-Baqarah (2) ayat 267)

harta yang
wajib diusahakan

Harta yang wajib diusahakan itu ada 2:
(1)  Harta yang dijanjikan (mau’ud)
(2)  Harta yang diikhtiyari (mukhoyyar)

Harta yang dijanjikan (mau’ud) itu adalah harta / rizqi yang dianugerahkan oleh Allah sebagai janji-Nya yang pasti bagi orang yang memenuhi ketaqwaan dan menyempurnakan karya juangnya Fi Sabilillah.
 
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.
dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. “ (QS Ath-Thalaq (65) ayat 2-3)

“ janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran (3) ayat 169)

Harta yang dijanjikan baik didunia maupun kelak diakhirat ini adalah pasti diberikan tanpa ragu. Dan usahanya adalah dengan menyempurnakan ketaqwaan (ketaatan) dan menunantaskan tugas suci juang fisabilillah.


Harta yang diikhtiyari artinya adalah harta halaal yang diperoleh melalui usaha atau kerja yang halaal.

Bumi dan segala isinya telah disetting oleh Allah untuk manusia (QS 2/29). Bumi ini dihamparkan oleh Allah menjadi sumber sumber penghidupan bagi manusia (QS 7/10).  “Maka bertebaranlah kalian di bumi, dan carilah oleh kalian sebagian karunia Allâh” (QS 62/10).

"Dialah zat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu. Oleh karena itu berjalanlah di permukaannya dan makanlah dari rezekinya." (al-Mulk: 15)

Bekerja dan berusaha yang halal hingga mencegahnya dari meminta-minta dan menggantungkan hidup kepada orang lain adalah sebuah karya yang mulia apapun usahanya. Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh seseorang yang membawa tali, kemudian ia membawa seikat kayu di punggungnya lantas dijualnya, maka dengan itu Allah menjaga dirinya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka yang diminta itu memberi atau menolaknya." (Riwayat Bukhari dan Muslim) Sabdanya pula:  "Tidak makan seseorang satu makanan sedikitpun yang lebih baik, melainkan dia makan atas usahanya sendiri,dan Nabi Daud makan dari hasil pekerjaanya sendiri." (Riwayat Bukhari)
Rasulullah SAW bersabda:

اَلتَّاجِرُ الصَّدُوْقُ يُحْشَرُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pengusaha yang jujur akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama para shiddîqîn dan para syuhadâ (HR Turmudzi)

Hadits-hadits dari Rasulullah dengan periwayatannya yang shahih ini mewajibkan berusaha dengan usaha yang halal untuk memperoleh rizki yang halal. Sekaligus mengecam orang yang mampu bekerja atau berusaha tetapi menganggur dan menyebabkan ia menjadi peminta-minta dan menggantungkan hidupnya kepada orang lain.

Lihatlah bagaimana Musa yang harus menjadi buruh bayaran kepada Ayyub AS selama 8 atau 10 tahun. Puteri-puteri Ayyub AS berkata : "Hai, ayah! Ambillah buruh dia itu (musa), karena sebaik-baik orang yang engkau ambil buruh haruslah orang yang kuat dan terpercaya." (al-Qashash: 26).

Sabda Rasulullah SAW pula: "Tidak makan seseorang satu makanan sedikitpun yang lebih baik, melainkan dia makan atas usahanya sendiri,dan Nabi Daud makan dari hasil pekerjaanya sendiri." (Riwayat Bukhari)

Disusun
Oleh: M iman taufiqurrahman
11 Februari 2011, Bandung

*catatan: tulisan ini bersambung kepada tulisan yang bertajuk “Hak dalam Harta yang mensucikan” (insya Allah)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar