Al-Haq (kebenaran sejati) tentu saja bersumber dari Allah SWT Yang menciptakan segala sesuatu [16:36, 35:3]. Sementara Al-bathil (kebatilan) bersumber dari makhluq (yang diciptakan).
Karena Al-Haq (kebenaran) bersumber dari Allah Al-Khaliq, maka rujukannya (refferensinya) adalah wahyu Allah SWT, yaitu Al-QuR’AN . Firman Allah SWT: “Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran).” (QS. 2:176) . Suatu premise, teori, kesimpulan dan pemahaman yang dirujuk dari Al-qur’an (dan hadis shohieh), maka itu adalah pemahaman yang haq.
Sementara itu, kebatilan (al-bathil), sebagai lawan al-haq, menyandarkan rujukannya kepada Ra’yu (prasangka manusia). Dimana ra’yu ini memiliki beberapa sumber, diantaranya:
1. Hawa nafsu [23:71, 25:43, 38:26].
Sementara itu, kebatilan (al-bathil), sebagai lawan al-haq, menyandarkan rujukannya kepada Ra’yu (prasangka manusia). Dimana ra’yu ini memiliki beberapa sumber, diantaranya:
1. Hawa nafsu [23:71, 25:43, 38:26].
Mislanya: “PERANG” melawan kaum kafirin, menurut wahyu Allah adalah wajib , tetapi hawa nafsu manusia memandang itu sebagai perkara yang “tidak baik” bahkan “tidak benar”, dengan dalih apapun [2:217] . Pandangan tersebut adalah bathil, karena sumbernya hawa nafsu. Padahal yang Haq (benar) adalah “perang” melawan kaum kafir itu wajib, bahkan sangat dicintai Allah [61:4].
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilahnya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (QS. 25:43)
2. Suara terbanyak / opini publik [ 6:116].
Misalnya : hukum wanita menjadi kepala Negara. Menurut wahyu adalah haram (tidak boleh) karena Allah berfirman: “Kaum laki-laki itu ADALAH PEMIMPIN bagi kaum wanita…[4:34}”. Rasulullah SAW bersabda: Lan yuflihal qaumun wallau amrahum imroatan (“tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan”).
Tetapi dalam system demokrasi, tidak peduli apakah Halal atau haram menurut Allah, yang penting suara terbanyak menginginkan wanita jadi kepala Negara, maka wanita jadi kepala Negara adalah sah.
Tentu saja pandangan dari system demokrasi adalah Bathil, karena menentukan benar-salah serta baik-buruknya tidak berdasarkan Qur’an dan hadis yang shahih, tetapi berdasar kesepakatan atau keinginan mayoritas manusia.
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (QS. 6:116)
3. Dzhan (persangkaan) [10:36]
Misalnya pandangan kaum PLURALISME, yang memandang bahwa semua agama adalah sama, karena berdasarkan prasangkanya: semua agama juga menuju Tuhan dan mengajarkan kebaikan. Atau pandangan mereka bahwa laki-laki dan wanita itu sama-sama makhluq Tuhan, karena itu jika laki-laki boleh polygamy maka wanita boleh polyandry. Atau pandangan mereka bahwa baik laki maupun wanita bebas menikah (berhubungan badan) baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sejenisnya.
2. Suara terbanyak / opini publik [ 6:116].
Misalnya : hukum wanita menjadi kepala Negara. Menurut wahyu adalah haram (tidak boleh) karena Allah berfirman: “Kaum laki-laki itu ADALAH PEMIMPIN bagi kaum wanita…[4:34}”. Rasulullah SAW bersabda: Lan yuflihal qaumun wallau amrahum imroatan (“tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan”).
Tetapi dalam system demokrasi, tidak peduli apakah Halal atau haram menurut Allah, yang penting suara terbanyak menginginkan wanita jadi kepala Negara, maka wanita jadi kepala Negara adalah sah.
Tentu saja pandangan dari system demokrasi adalah Bathil, karena menentukan benar-salah serta baik-buruknya tidak berdasarkan Qur’an dan hadis yang shahih, tetapi berdasar kesepakatan atau keinginan mayoritas manusia.
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (QS. 6:116)
3. Dzhan (persangkaan) [10:36]
Misalnya pandangan kaum PLURALISME, yang memandang bahwa semua agama adalah sama, karena berdasarkan prasangkanya: semua agama juga menuju Tuhan dan mengajarkan kebaikan. Atau pandangan mereka bahwa laki-laki dan wanita itu sama-sama makhluq Tuhan, karena itu jika laki-laki boleh polygamy maka wanita boleh polyandry. Atau pandangan mereka bahwa baik laki maupun wanita bebas menikah (berhubungan badan) baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sejenisnya.
Pandangan kaum PLURALISME ini adalah bathil, karena memreka menentukan benar-salah dan baik buruknya hanya berdasarkan prasangka pikiran mereka semata. Bukan bersumber dari wahyu Allah.
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. 10:36)
4. Adat istiadat / Tradisi nenek moyang [5:104]
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. 10:36)
4. Adat istiadat / Tradisi nenek moyang [5:104]
Misalnya pandangan yang menganggap wajar atau bahkan benar perilaku perilaku berbau khurafat atau takhayul. Seperti memberi sesajian bagi Nyi Rorokidul. Jelas ini adalah pandangan / perilaku yang batil, karena sandarannya bukan wahyu tetapi tradisi.
Apabila dikatakan kepada mereka: Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul. Mereka menjawab: Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (QS. 5:104)