Rabu, 26 Januari 2011

Meraih RIDHA ALLAH (MARDHATILLAH) oleh M Iman Taufiqurrahman

MERAIH RIDHA ALLAH

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia 
ada orang yang mengorbankan dirinya 
karena mencari keridhaan Allah; 
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” 
(QS Al-Baqarah 2/207)

Ridha Allah adalah puncak dari CITA-CITA seorang Hamba Allah SWT. Seorang Hamba Allah akan mengorbankan apa saja agar dapat diridhai Allah. 

Dalam kisah Hijrah ke Thaif. Rasulullah SAW dan Zaid Bin Haritsah di usir dan dilempari batu oleh penduduk thaif, sambil terus dikata katai seperti mengusir orang gila yang busuk. Padahal besar harapan Rasulullah SAW, Thaif menjadi tempat yang kondusif setelah di Makkah beliau dan para pengikutnya disiksa, dibui bahkan ada yang dibunuh (8/30). 

Rasulullah SAW kembali ke Makkah dengan hati yang pedih karena dihina dan tubuh penuh luka akibat lemparan batu para penduduk THAIF. Di tengah perjalanan sambil menikmati perih dan lukanya beliau berteduh , dirindangnya pohon anggur, sekedar melepas rasa lelah. 

Pada saat itulah beliau berdo’a: "Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih ladi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! KEPADA SIAPA DIRIKU HENDAK ENGKAU SERAHKAN? KEPADA ORANG JAUH YANG BERWAJAH SURAM TERHADAPKU, ATAUKAH KEPADA MUSUH YANG AKAN MENGUASAI DIRIKU ? JIKA ENGKAU TIDAK MURKA KEPADAKU, MAKA SEMUA ITU TAK KUHIRAUKAN, KARENA SUNGGUH BESAR NIKMAT YANG TELAH ENGKAU LIMPAHKAN KEPADAKU. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.“

Walau belum terhempas perih dihati dan sakit ditubuhnya karena cacian, pukulan dan lemparan batu orang Thaif beliau mengadu kepada Rabb-Nya: “KEPADA SIAPA DIRIKU HENDAK ENGKAU SERAHKAN? KEPADA ORANG JAUH YANG BERWAJAH SURAM TERHADAPKU, ATAUKAH KEPADA MUSUH YANG AKAN MENGUASAI DIRIKU ? JIKA ENGKAU TIDAK MURKA KEPADAKU, MAKA SEMUA ITU TAK KUHIRAUKAN, KARENA SUNGGUH BESAR NIKMAT YANG TELAH ENGKAU LIMPAHKAN KEPADAKU.” 

Tak mengapa tubuh ini dipuku, dilempari batu diteror, dicaci maki asal ENGKAU TIDAK MARAH KEPADAKU asal ALLAH RIDHA KEPADAKU. Tak mengapa manusia seluruhnya diplanet bumi ini membenci kepadaku asal Engkau Tetap Ridha kepadaku. Bahkan setelah aku diteror hendak KAU lempar aku ke siapa lagi, kepada musuh yang lebih kejam?, aku Ridha asal satu saja ENGKAU TIDAK MARAH KEPADAKU.

Inilah manusia yang telah menetapkan pilihannya (syahadah) untuk memilih Allah dan menjadikan keridhaanNya sebagai PUNCAK CITA CITANYA YANG MULIA. Tidak peduli penilaian manusia yang penting Allah Ridha, tak peduli reaksi manusia yang penting Allah Ridha.

Seluruh langkah kakinya selalu diukur dengan orientasi yang jelas yaitu APAKAH ALLAH RIDHA dengan apa yang akan saya lakukan?. Karena dalam KERIDHAANNYA ada Kasih SayangNya ada PemberianNya, ada PerlindunganNya ada kelezatan ruhani dan fisik yang nyata.

Orientasi Ridha Allah adalah kongkrit, jelas, tidak abstrak, karena Allah telah menetapkan ukuran dengan sejelas jelasnya. 

Ridha Allah didunia adalah “TEGAKNYA DINUL ISLAM” (5/3)  dalam wujud KHILAFAH ISLAM (24/55) dan di akhirat adalah JANNAH ALIYAH (surga) (69/21-22). Maka demi meraih FATAH (TEGAKNYA KHILAFAH) dan demi meraih FALAH (SURGA) setiap manusia mukmin akan bekerja keras, banting tulang bahkan berkorban baik harta maupun jiwanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar