Rabu, 28 Juli 2010

Hati dan Serangan Setan ~ by m iman taufiqurrahman

"Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan menjadi baik semuanya, dan apabila segumpal daging itu jelek, maka akan jeleklah semuanya, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ikhwani wa Akhwati ….hafidzakumullah
Hati dalam diri manusia menjadi raja (pemimpin), sementara, seluruh anggota badan lainya ibarat pasukan yang berada dibawah kendali dan instruksi sang Raja : “HATI”. Oleh karenanya dapatlah dipahami: “jika hati itu jelek maka akan jeleklah amalnya, sebaliknya, jika hati itu baik maka akan baiklah amal seseorang”, semua tergantung hatinya.

Hati dalam diri manusia dilapisi benteng yang kuat yaitu “shudur”, tak ada makhluq [selain dirinya] yang sanggup menembus hati [qalbu]. Serangan dan rayuan syetan hanya sanggup menggedor “shudur” manusia (yuwaswisu fi shuduurin naas/ QS 114: 5).

Ibarat kamar, Syetan hanya sanggup menakut nakuti [3:173, 9:13], mengajak [58:19], merayu [15:19], membuat janji-janji [14:22], dan membisikan kejahatan [114:5] kepada manusia diluar dinding kamar / Fi Shuduur. Semua tipuan dan rayuan syetan itu hanyalah suara nyaring diluar kamar. Tetapi, semua tergantung sang penghuni kamar (yaitu hati), apakah ia mau terayu dan terbujuk syetan atau tidak?.


Syetan, tak pernah sanggup memaksa manusia untuk berbuat jahat, karena syetan hanya sanggup berteriak diluar kamar / fi shuduur. Oleh karena itu jika manusia sibuk dengan keTaqwaan dan senantiasa sabar (menahan diri) untuk tidak terbujuk syetan [3:120], maka “tipudaya” syetan itu adalah lemah [4:76].

Para pemimpin Jahiliyyah dan pengikutnya di yaumul akhir saling berlepas diri, karena para pemimpin jahiliyyah tidak pernah memaksa [2:166-167], keputusan untuk mengikuti Thagut adalah keputusan hatinya sendiri . Karena keputusan sendiri, maka mereka tidak bisa menuntut tanggung jawab kepada para pemimpin mereka, yang ada hanya umpatan dan lontaran penyesalan kepada pemimpin mereka [10:88, 33:67].

Allah berfirman: Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk kemudian diantara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: Ya Rabb kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka. Allah berfirman: Masing-masing mendapat (siksaan), yang berlipat ganda akan tetapi kamu tidak mengetahui. (QS. 7:38)

Didalam neraka terjadi perbantah-bantahan antara manusia dengan syetan. Manusia merasa ia bersalah / berdosa karena ajakan syetan. Sementara syetan menyatakan : “saya hanya mengajak, tidak menarik / memaksa; hatimulah yang menentukan, mau ikut seruanku atau tidak?”. Syetan mengaku menyesatkan manusia, tetapi untuk tersesat atau tidak hati manusialah yang menentukan. Oleh karena itu syetan berlepas diri dari manusia yg telah disesatkannya itu [28:63].

Oleh karena itu, baik dan buruknya manusia tergantung hatinya, atau karena hatinya, bukan karena syetan. Syetan hanya membujuk, keputusan “ya” atau “tidak” terhadap bujukannya adalah keputusan hatinya sendiri.

Ikhwani wa Akhwati ….rahimakumullah

Syetan ada dua: [1] golongan manusia, [2] golongan jin.
Memang syetan dari golongan manusia ini bisa memenjarakan, mengusir bahkan membunuh manusia yang bertaqwa [8:30]. Tetapi siksaan mereka hanya sebatas fisik, dan ajakan mereka sebatas “shudur” (dada manusia).

Ayah dan Ibunya Amr Bin Yasir dibunuh dengan sadis oleh kafirin Bani Makhdum.
Giliran amr Bin Yasir, ia disiksa dan dipaksa murtad. Air, api, cemeti, tonjokan telah banyak mewarnai hari-hari amr bin Yasir. Sehingga pada suatu saat ia berucap “murtad”. Apakah Amr Bin Yasir telah Murtad???

Ternyata tidak, amr Bin Yasir hanya bersiasat (menipu kaum kafir) dengan ucapan murtadnya. Bersiasat agar ia lepas dari siksaan Kaum kafirin dan kembali bebas berjuang menegakan Islam bersama Rasulullah.

Siksaan syetan manusia pada Amr Bin Yasir hanya mengenai tubuhnya dan bujukannya hanya mencapai dadanya (shuduur). Hatinya tetap tentram dalam keimanan [16:106]. Ucapannya adalah terpaksa, darurat, dan hanya menipu kaum Kafiriin.

Ikhwani wa Akhwati ….Radhiyakumullah
Hanya Allah yang sanggup membolak-balikan hati manusia, oleh karena itu; peliharalah hati dengan keimanan dan berdoalah kepada Allah agar ditetapkan dalam hati kita dalam Diin Allah.

--------------------------
-----------
Read More »»»

Putraku: engkau dalam asuhan abimu ~by: m iman taufiqurrahman

Mencintai dan menyenangi “anak-anak” adalah sesuatu yang wajar, Allah Ar-Rahman yang telah menanamkan rasa cinta tersebut sebagai ‘warna keindahan’ dalam hidup manusia.
Firman Allah Ta’ala: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, ANAK-ANAK, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. 3:14)

Tetapi Allah Ta’ala kemudian menawarkan keindahan yang lebih bagi orang mukmin- muttaqin, yaitu “JANNAH” (Surga) dan “Ridwan Minallah” (keridlo’an dari Allah)

Firman Allah Ta’ala: “Katakanlah: Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu? Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah), pada sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah; Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. 3:15)

Harta dan ANAK-ANAK adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. 18:46)
Oleh karena itu, Para orang tua yang dikaruniai anak sebagai “warna indah kehidupan” , mestilah hati hati. Sebab tidak semua keindahan dunia ini akan menghantarkan kepada “Jannah” dan “ridla”-Nya. “Warna Indah Kehidupan” ini adalah ‘fitnah’ ; ujian atau cobaan dari Allah SWT.

Firman Allah Ta’ala : “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan ANAK-ANAK mu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. ” (QS. 8:28)

Allah Ar-Rahman memberi percobaan kepada para Orang Tua agar mampu menhantarkan jiwa taqwanya hingga anak-anak itu sanggup memenuhi tugas hidupnya, yaitu ibadah (mengabdi) hanya kepada allah saja.

Kesuksesan menghantarkan ‘jiwa taqwa’ anak-anak akan menyebabkan anak-anak menjadi Qurrota A’yun (permata hati), penyejuk jiwa, penyenang hati dan Hiasan Abadi yang akan menolong dan mendu’akan kebaikan bagi kedua orang tuanya.

Firman Allah ta’ala: “Dan orang-orang yang berkata: Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan KETURUNAN kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 25:74)

Tetapi sebaliknya, jika gagal menghantarkan jiwa taqwa anak-anak, maka pastilah anak-anak itu akan menjadi “ADUWWUN” ; musuh.

Firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan ANAK-ANAKmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS. 64:14)

Bukankah Allah telah menampakan kisah putranya Nabi Nuh dan Nabi Luth, yang kemudian menjadi “musuh” bagi perjuangan orang tuanya. Untuk kemudian menghambat kesuksesan misi yang diemban dan diperjuangan orang tuanya.
Tengoklah kegigihan orang tua yang bernama “Ibrahim” dan “Ya’qub” dalam menghantarkan jiwa taqwa anaknya. Mereka tetap berwasiat taqwa kepada anaknya di detik-detik terakhir desahan nafasnya

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada ANAK-ANAKnya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): Hai ANAK-ANAKku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. (QS. 2:132)

Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada ANAK-ANAKnya: Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: Kami akan menyembah Ilah-mu dan Ilah nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) ilah Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya. (QS. 2:133)

Tengoklah du’a ibunda “keluarga Imran” yang berdo’a dan bernadzar untuk mewaqafkan anaknya dijalan perjuangan Fisabilillah, ketika ia mengandung anaknya.
(Ingatlah), ketika isteri Imran berkata: Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 3:35)

Tengoklah Luqman “yang Bijak” merawat dan mendidik anak-anaknya dengan Aqidah dan akhlaq yang terpuji.

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (QS. 31:13). Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. 31:14). Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 31:15). (Luqman berkata): Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. 31:16). Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. 31:17). Dan janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. 31:18). Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. 31:19)

Terhatur: 
1. Istriku yang telah melahirkan 4 anak laki semua... semoga istiqomah dalam jihad dan dakwah fisabilillah
2. anaku: Adhiya, Wildan, Zidan dan Ilman.... semoga menjadi generasi militan pewaris semangat mujahid
Read More »»»

Minggu, 25 Juli 2010

KERAHKAN SEGENAP KEKUATAN ~by m iman taufiqurrahman

Diantara unsur (karakteristik) Jihad yang empat; satu diantaranya adalah MENGERAHKAN SEGENAP KEKUATAN. Bukan jihad namanya jika tidak ada upaya mengerahkan segenap kekuatan, baik sebagai MUJAHID DAKWAH (DA’I) maupun MUJAID QITAL (MUQATIL).: 
Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi[624]. dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Anfal (8) ayat 73)

Memang, kerja keras; mengerahkan segenap kekuatan sudah menjadi karakter khas jihad, tak bisa dipisahkan.

Kekuatan apa saja yang wajib kita kerahkan?
Secara umum berdasar ayat-ayat Allah SWT ada dua hal: satu; Anfus (jiwa), dua; Amwal (harta).
Anfus artinya adalah jiwa raga termasuk didalamnya tenaga, pikiran, kemampuan lisan dan lain sebagainya. Amwal artinya harta benda atau kekayaan yang dimiliki jiwa termasuk waktu, kekayaan, tanah, dan lain sebagainya.

Mujahid –baik mujahid Qital maupun Mujahid Da’wah- , dipersyaratkan memiliki kekuatan baik amwal maupun anfus, sehingga cukup dan cakap dalam menjalankan tugas jihadinya.

Mengerahkan segenap kekuatan baik amwal maupun anfus dalam jihad fi sabilillah artinya adalah berkurban, mengorbankan jiwa raga dan harta bendanya di jalan Allah, karena mengharap ridha Allah SWT.

Mujahid adalah mukmin yang telah berjual beli dengan Allah SWT. Allah SWT sebagai pembeli sementara mukmin adalah penjual. Yang dijual oleh mukmin adalah amal dan anfusnya dan Allah SWT akan menukarnya dengan Jannah (surga).
Jual beli diawali oleh ikrar (ijab qabul), yang kemudian setelah diikrarkan maka barang mukmin yang berupa Amwal (harta benda) dan Anfus (jiwa raganya) menjadi milik Allah SWT. Sementara mukmin mujahid terhadap harta benda dan jiwa raganya hanyalah pihak yang mendapat amanah mengelola harta benda dan jiwa raganya untuk di korbankan fisabilillah. Pasti … jika harta benda dan jiwa raga mukmin mujahid dikorbankan untuk fi sabilillah, Allah SWT akan memasukannya kedalam surga. Firman Allah: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar” (QS At-taubah (9) ayat 111)

Tidak ada alasan dan jalan bagi mukmin untuk tidak berjual beli dengan Allah … tidak ada celah untuk menghindari diri dari jihad … tak ada ruang untuk mengelak dari mengorbankan harta bendanya serta jiwa raganya dijalan Allah.
Kita pasti memahami bahwa pengorbanan mukmin mujahid dijalan Allah SWT pada hakikatnya adalah qurban dirinya kepada Allah SWT, sehingga sangat dimengerti, jika pengorbanan itu haruslah yang terbaik. Allah SWT hanya menerima pengurbanan yang dilakukan dengan ikhlas dan yang terbaik.

Seperti pengurbanan dua anak Adam AS yaitu Qabil dan Habil. Walaupun kedua anak Nabi Adam AS itu mempersembahkan pengurbanannya, tetapi yang diterima Allah SWT hanyalah pengurbanan Habil, karena Habil mengurbankan hasil ternaknya yang terbaik dan karena taqwanya. Sementara qurban Qabil tidak diterima, karena Qabil mengurbankan hasil taninya yang jelek-jelek. Firman Allah :
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS Al-Maidah (5) ayat 27)

Apa artinya?

Ini berarti, baik harta benda dan jiwa raga yang hendak dikorbankan fisabilillah haruslah yang terbaik dan dilakukan dengan dorongan taqwa. Firman Allah : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS Ali Imran (3) ayat 92)
Read More »»»

Rabu, 21 Juli 2010

Jalan Para PENGABDI ~ by m iman taufiqurrahman

Mengabdi (Ibadah) kepada Allah Ta’ala adalah “fitrah manusia” . Oleh karena itu mengabdi (ibadah) sudah menjadi tugas hidup manusia. Tidak ada perintah dari Allah SWT kepada manusia kecuali agar manusia mengabdi kepada Allah Ta’ala. Firman Allah Ta’ala: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah (mengabdi kepada ) Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. 98:5)

~ pengertian ibadah ~

Al-Ma’luf dalam kamus Al-Munjid mengatakan bahwa ibadah dari segi bahasa mengandung lima arti: (1) Wahhadahu / MengEsa-kan Allah, (2) Khaddamahu / melayani kehendaknya, (3) Khodla’a Lahu / tunduk patuh berserah diri padanya, (4) Dzalla Alaihi / berendah diri dihadapannya, (5) Tho’a lahu / taat pada perintahnya [Almunjid Fillughah, hlm. 326]

Senada dengan Ma’luf, Raghib Al-Isfahany dalam Mufrodat Alfadz Al-Qur’an mengatakan bahwa: “Ubudiyyah adalah menampakan kerendahdirian. Sementara IBADAH berpangkal dari rasa rendah diri. Karena sesungguhnya Ibadah itu adalkah puncak kerendah dirian, dan hal itu tidak bisa dihaturkan kecuali hanya kepada Pemilik puncak keutamaan yaitu Allah Ta’ala” [Mufrodat, hlm. 42].

Pengertian Ibadah menurut bahasa tersebut kemudian dirangkum oleh Ibnu Katsir yang menyimpulkan bahwa Ibadah kepada Allah itu adalah menghimpun tiga kesempurnaan sikap yaitu: (1) Kamaalul Mahabbah / kesempurnaan rasa cinta kepada allah, (2) Kamaalut Tadzalul / kesempurnaan rasa rendah diri dihadapan Allah, dan (3) Kamaalul Khudlu’ / kesempurnaan ketunduk patuhan kepada perintah dan hukum Allah (Tafsir Al-Qur’anul Adzhiem, jilid 1, hlm. 24).
~ rendah diri dan cinta ~

Nampak secara bahasa, bahwa ibadah itu didasari oleh dua rasa yang utama, yaitu rasa cinta kepada Allah dan rasa rendah diri dihadapan Allah Ta’ala.

Tanpa dua rasa yang utama itu tidaklah mungkin seorang manusia sanggup menjadi hamba Allah. Sebab menjadi hamba Allah berarti menjadi “budak” yang mendapat titah perintah Allah. Bagaimana mungkin manusia mau di ‘titah’ oleh perintah Allah dalam kondisi sebagai ‘budak / hamba’ jika masih ada rasa ‘tinggi diri’ dihadapan Allah.

Rasa ‘tinggi diri’ inilah yang pernah membuat Iblis laknatullah gagal menjadi hamba Allah SWT karena membangkang terhadap perintah / hukum Allah. Ketika Allah memerintahkan untuk sujud kepada Adam AS sebagai penghormatan terhadap kekhilafahan Allah dimuka bumi, Iblis enggan sujud karena ‘tinggi diri’ / sombong. Dengan itu, cukup bagi Allah memvonis Iblis sebagai PEMBANGKANG / Kafir (23:34). Iblis membangkang kepada titah perintah Allah karena merasa ‘tinggi diri’. Ia merasa bahwa pilihan Allah kepada Adam AS itu salah. Ada yang lebih baik ,dan lebih pantas jadi khalifah, daripada Adam AS yaitu dirinya (7:12).

Rasa ‘tinggi diri’ ini juga telah menghinggapi manusia modern’ saat ini dimana hukum-hukum Allah ditolaknya karena tinggi diri’. Manusia tinggi diri’ saat ini malah menganggap ada hukum produk manusia yang lebih baik daripada hukum Allah, sehingga ditolaknya hukum Allah tersebut. Sebagaimana terhadap Iblis, Allah SWT juga memvonis manusia yang menolak hukum Allah dengan vonis keras sebgai PEMBANGKANG / Kafir (5:44,45,47).

Rasa cinta juga adalah dasar dan motivasi orang mengabdi. Ada pepatah: “Man Ahabba Syai’an Abadahu” (barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka ia akan mengabdikan diri pada sesuatu yang dicintyainya itu).


Bayangkan jika manusia mentaati Allah Ta’ala tanpa didasari dengan rasa cinta kepada Allah. Pasti menjadi ketaatan yang gersang dan serba terpaksa. Asy-Syahid Imaam Awwal mengingatkan dengan indah: “taat patuh tanpa rasa cinta setia akan merasakan kaku-tegang dan kurus-kering-tandus, laksana suara tanpa irama. Bahkan kadang-kadang terasakan sebagai sesuatu yang keras dan kejam, kasar dan bengis”.


~Taat, tunduk dan patuh~

Kalau rasa rendah diri dan cinta kepada Allah adalah dasar motivasi manusia melakukan pengabdian kepada Allah, maka taat adalah ibadah dalam tataran praktis. Jadi praktek ibadah adalah taat. Taat kepada Allah ta’ala, berarti mentaati perintah / hukum-Nya.

Firman Allah SWT: Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. 9:31)

Ayat diatas menegaskan bahwa orang Yahudi dan nashrani menyembah ulama’ dan pemimpin mereka (akhbar dan ruhban). Ada dua pertanyaan mendasar dari ayat ini. [1] kenapa ulama dan pemimpin mereka menjadi Arbab (tuhan tandingan Allah)?, [2] apa yang dimaksud menyembah ulama dan pemimpin itu?

Kedua pertanyaan tersebut dapat digambarkan dalam riwayat berikut ini; “Saya mendatangi Rasulullah dengan mengenakan kalung salib dari perak di leherku. Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Adi, lemparkanlah patung itu dari lehermu.” Kemudian saya melemparkannya. Usai saya lakukan, Beliau membaca ayat ini: Ittakhadzû ahbârahum wa ruhbânahum min dûni Allâh, hingga selesai. Saya berkata, “Sesungguhnya kami tidak menyembah mereka.” Beliau bertanya, “Bukankah para pendeta dan rahib itu mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, lalu kalian mengharamkannya; menghalalkan apa yang diharamkan Allah, lalu kalian menghalalkannya.” Aku menjawab, “Memang begitulah.” Beliau bersabda, “Itulah ibadah (penyembahan) mereka kepada pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka.” (HR ath-Thabrani dari Adi Bin Hatim)”.

Para ulama yahudi dan nashrani berani menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang dihalalkan Allah. Berarti mereka telah berani membuat hukum sendiri diluar hukum Allah Ta’ala. Padahal hak membuat hukum adalah hak Allah semata sebagai RABB. Menetapkan hukum hanya hak Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia (QS Yusuf [12]: 40)

Al-Quran juga menyebut syurakâ’, sekutu-sekutu atau sesembahan selain-Nya yang membuat aturan bagi kehidupan. Allah Swt. berfirman: Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (QS al-Syura [42]: 21).

Itulah sebabnya kenapa dalam QS 9:31 ulama dan pemimpin mereka disebut ARBAB (Rabb / Tuhan tandingan Allah). Sebabnya, karena mereka mensabot hak mutlak Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Dzat yang berhak membuat hukum.

Ummatnya disebut menyembah ulama’ dan pemimpin karena taat dan mengikuti hukum / aturan yang diproduk mereka.

Menjadi HAMBA ALLAH TA’ALA berarti taat tunduk dan patuh kepada perintah / hukum Allah, tidak kepada hukum yang lainya. Dan ketaatannya tersebut didasari motivasi rasa rendah diri dihadapan Allah dan cinta kepada Allah Ta’ala.
Read More »»»

Selasa, 20 Juli 2010

MENGENALI RAGAM HATI ~by m iman taufiqurrahman

Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati.”[HR. Bukhari-Muslim].
Hati ibarat raja, Raja dalam sistem diri manusia. Baik dan buruknya manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas hatinya. Jika hatinya baik akan baik pula seluruh system dirinya, namun jika buruk, buruk pula system dirinya.
Berdasarkan petunjuk QS Al-Baqarah ayat 1-20, hati manusia itu terbagi kepada 3 macam kualitas hati. Pertama: Hati yang bersih (Qalbun salim), Kedua: Hati yang Mati (Qalbun Mayyitun), Ketiga: hati yang berpenyakit (Qalbun Mariedun).

~ Qalbun Salim ~

Qalbun Salim adalah kualitas hati yang hidup dan sehat (tidak berpenyakit hati). Qalbun salim ini milik orang yang beriman dan bertaqwa.
Pemilik Qalbun Salim pasti memiliki jiwa yang sensitif , mudah tergugah jika disebut’ nama Allah, firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (QS. 8:2).
Karena jiwanya yang sensitif jika disebut nama Allah inilah, yang menyebabkan dirinya ridha diatur dengan aturan / undang undang Allah SWT, yaitu Al-Qur’an. Firman Allah SWT: Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (QS. 2:2).
Karena jiwanya dipenuhi Cahaya terang Ilahi, maka jiwanya selalu penuh dengan cinta dan ma’rifat kepada Allah, Taqwa dan tawakkal dalam menempuh karya terbaiknya, optimis dalam menjalani hidup. Selalu syukur ketika mendapat nikmat, dan sabar dalam menerima musibah. Pandai mengatur waktu , husnudzhan kepada Allah dan lain-lainya.

~ Qalbun Mayyitun ~
Qalbun mayyitun adalah kualitas hati yang mati, kaku keras seperti batu. Sejatinya Qalbun Mayyitun ini dimiliki oleh orang kafir, tetapi bisa saja hinggap kepada kaum mukminin.
Pemilik QALBUN MAYYIT ini telah dikunci mati hatinya oleh Allah. Sehingga sudah tidak sanggup lagi menerima peringatan-peringatan wahyu, firman Allah SWT: "Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (QS. 2:6) Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat." (QS. 2:7)
Qalbun mayyit ini telah membuat pemiliknya menjadi bebal, DINASEHATI dengan Qur’an atau tidak tetap tidak berubah. Jiwanya sudah tidak takut lagi dengan peringatan Al-Qur’an dan tidak tertarik lagi dengan kabar gembira surga.

Seringkali seruan Allah kepada mereka tidak membuat tergetar jiwanya, mereka kerap cuek dengan segala peringatan dan seruan Allah SWT. Firman Allah SWT: ” Dan diantara mereka ada orang yang mendengar (bacaanmu), padahal kami telah meletakkan tutup di atas hati mereka sehingga mereka tidak memahaminya) dan kami letakkan sumbatan di telinganya dan jikalaupun mereka melihat segala tanda kebenaran mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu‘.”[QS. Al-An'am:25].

“(Mereka berkata:) Hati kami tertutup dari ajakan yang kamu serukan kepada kami, dalam telinga kami ada sumbatan, dan diantara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja pula.”[QS. Fushilat:5].

Hati yang mati menolak dihukumi dengan hukum wahyu.


~Qalbun Mariedl~

Qalbun Maridl adalah kualitas hati yang penuh penyakit. Sejatinya Qalbun Mayyitun ini dimiliki oleh orang Munafiq, tetapi bisa saja hinggap kepada kaum mukminin.
Sifat sifat pemilik Qalbun Maridl ini diumpamakan Allah seperti dalam QS Al-Baqarah. "Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tidak dapat melihat. (QS. 2:17)"

Dikegelapan butuh cahaya. Dinyalakanlah lilin atau obor tujuannya? Tentu agar mendapat cahaya yang akan menerangi jalannya. Tetapi setelah lilin / obor itu nyala, maka yang terang adalah seputar dirinya, sementara jalan yang akan ditempuhnya tetap gelap (dihilangkan cahaya setelah apinya menyala).


Itulah perumpamaan orang munafiq yang memiliki hati yang berpenyakit. Mereka yang sering membaca dan mengkaji wahyu Allah tetapi karena ada penyakit, menyebabkan wahyu yang dipahaminya itu menjadi alat ketenaran, keunggulan, kekayaan dirinya (dirinya bercahaya), tetapi tidak menjadi petunjuk hidupnya (hilang cahanya). "Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)", (QS. 2:18)
Atau diumpamakan seperti dalam QS Al-BAqarah. "Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. (QS. 2:19). Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:20)
Dalam hujan yang lebat dan gelap ada guruh dan petir. Guruh menjadi sesuatu yang menakutkan tetapi petir dianggap menguntungkan, karena member penerangan untuk jalan gelapnya.
Itulah perumpamaan orang munafiq yang memiliki hati yang berpenyakit. Mereka menghadapi Al-Qur’an dalam keadaan berhadap-hadapan dengan Al-qur’an, jika menguntungkan diterima jika merugikan ditolaknya. Mereka mengimani sebgaian hukum Allah dan mengkufuri sebagian hukum Allah lainya didalam al-Qur’an. Firman Allah SWT: "Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat." (QS. 2:85)

Pemilik hati mariedl adalah tipe orang yang pragmatis oportunis. Mereka mau menerima Qur'an selama menguntungkan tujuan bisnis atau keserakahan politiknya, tidak menjalankan Qur'an secara murni dan konsekwen.

Read More »»»

Rabu, 14 Juli 2010

Dakwah dan Jihad Fi Sabilillah ~ by m iman taufiqurrahman

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (QS al-Hujurat: 15)

Secara syari’e dapat kita pahami bahwa Jihad itu berarti perang melawan musuh (kafir), dengan tujuan untuk menegakan Din (peraturan / kekuasaan) Islam dimuka bumi ini [48:28, 24:55]. Jihad dengan tujuan untuk menegakan Dinul islam berimplikasi kuat kepada penghancuran Institusi kekuasaan thaguth [20:24].

Apabila kita lihat didalam Al-qur’an, ayat-ayat Jihad ini turun didua kurun perjuangan Rasul, yaitu ayat Makkiyyah dan ayat Madaniyyah. Sebagian besar (hampir semua), ayat-ayat jihad ini turun pasca hijrah ke Yatsrib (Madinah), yang berarti ayat Madaniyyah. Dan makna jihad yang turun di madinah ini adalah “QITAL” (perang fisik).


Tetapi ada beberapa ayat Jihad yang turun di Makkah dan maknanya adalah Dakwah. Seperti yang tertera didalam QS 25:52: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar”

JIHAD BIMAKNA DAKWAH

“…. Dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar” (25:52). Jelaslah di ayat ini bahwa Allah memerintahkan kita untuk memerangi orang kafir dengan Al-Qur’an. Tentu saja maknanya, Al-Qur’an dijadikan sebagai Hujjah (argumentasi) untuk memerangi orang kafir.

Jadi, Jihad itu ada dua yaitu Jihad BIMAKNA QITAL (perang fisik) dan jihad BIMAKNA DAKWAH (perang idiologis). Yang pertama adalah bertempurnya dua pasukan tentara dengan senjata pedang atau panah, sementara jenis kedua adalah bertempurnya dua pasukan dengan senjata argumentasi dan sasarannya bukan fisik tetapi jiwa dengan keyakinannya.

Kedua makna jihad ini juga diisyaratkan oleh Rasul dengan sabdanya: innal mumina yujahidu bisaifihi wa lisanihi (sesungguhnya mukmin itu senantiasa berjihad dengan pedang dan lisannya) - HR Ahmad, Ath-Thabrani dan Ibnu Asakir).

Yang harus diperhatikan adalah bahwa: JIHAD itu adalah “PERANG” melawan kafir untuk menegakan Din Islam (peraturan dan kekuasaan Islam) sekaligus menruntuhkan Din Jahiliyyah (peraturan dan kekuasaan Jahiliyyah).

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah saja. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim” [2: 193]

Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat th. 310 H) rahimahullahu berkata: “Perangilah mereka sehingga tidak terjadi lagi kesyirikan kepada Allah, tidak ada penyembahan kepada berhala, kemusyrikan dan ilah-ilah lain, sehingga ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah saja tidak kepada yang lain.” [Tafsiiruth Thabari (II/200)]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah…” [Bukhari dan Muslim]

Syaikh as-Sa’di rahimahullahu berkata: “Maksud dan tujuan dari perang di jalan Allah bukanlah sekedar menumpahkan darah orang kafir dan mengambil harta mereka, akan tetapi tujuannya agar agama Islam ini tegak karena Allah di atas seluruh agama dan menghilangkan (mengenyahkan) semua bentuk kemusyrikan yang menghalangi tegaknya agama ini, dan itu yang dimaksud dengan ‘fitnah’ (syirik). Apabila fitnah (kemusyrikan) itu sudah hilang, tercapailah maksud tersebut, maka tidak ada lagi pembunuhan dan perang.” [Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 89)]

Karena Jihad ini adalah “PERANG” melawan kafir untuk menegakan Islam, maka makna JIHAD BIMAKNA DAKWAH dapat diartikan sebagai PERANG DALAM TAHAP AWAL. Perang dalam tahap wal adalah “I'DAD” (persiapan Jihad bimakna Qital).

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Alloh, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Alloh mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Alloh niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al Anfaal : 60)

Bagaimana maksud Jihad bimakna Dakwah sebagai persiapan Jihad Bimakna Qital?

1. Dakwah dengan tujuan menegakan din Islam dan menghancurkan Din jahiliyyah [42:13-14, 48:28]
2. Dakwah dengan tujuan menyadarkan masyarakat agar mengimani ALLAH dan Mengkufuri THAGUTH [16:36, 21:25]
3. Dakwah dalam rangka menyeru masyarakat untuk menjadi penolong tegaknya Din Islam [61:6]
4. Dakwah dalam rangka menyusun shaf (barisan) yang kokoh kuat dalam menegakan Din Islam [60:4], Dakwah untuk membangun ‘masyarakat Islam” yang bersikap keras kepada kafir dan tolerans sesame mukmin [48:29]
Read More »»»

Minggu, 11 Juli 2010

JIHAD BUKAN SEKEDAR SUNGGUH-SUNGGUH ~ by m. iman taufiqurrahman

Secara bahasa, “JIHAD” yang kata dasarnya terdiri dari tiga hurup: “Jim”, “Ha” dan “Dal”; memiliki dua arti utama yaitu upaya yang keras (sungguh-sungguh) dan kesulitan. Raghib Al-Isfahany berkata jika dibaca “Al-Jahdu” artinya adalah kesulitan, namun jika dibaca “Al-Juhdu” artinya adalah upaya yang keras (sungguh-sungguh) .

Kedua makna Jihad tersebut sebenarnya adalah makna yang keduanya saling berkaitan sebagaimana yang dikatakan oleh DR Salman Audah: “komposisi “Jim”, “Ha” dan “Dal”, merupakan bentuk dasar yang menunjukan kesulitan yang berasal dari pengupayaan kekuatan dalam suatu urusan” .

Tetapi biasanya lafadz Jihad dipakai dalam makna mufa’alah (saling beraksi), seperti kata Raghib Al-Isfahani: “Mujahadah” adalah: “Istifragul Wus’I Fi Mudafa’atil Aduwwi” (Mengerahkan segenap daya upaya dalam melawan musuh) .

DR Salman Audah berkata: “Jika kalimat Jihad hadir dalam makna Mufa’alah (saling memberi aksi), maka jihad berarti kerja keras melawan musuh dimana musuhpun memberi perlawanan dengan keras pula.”

Dapatlah kita simpulkan bahwa jihad secara bahasa adalah: upaya keras dalam melawan (memerangi) musuh sehingga menimbulkan kesulitan atau kepayahan.

Secara istilah syar’ie, dikatakan: Badzlul wus’I Fi Qitaalil Kuffar wal bughath (Mengerahkan segala kekuatan dalam rangka memerangi orang kafir dan pemberontak) .
Al-ma’luf menyatakan bahwa Jihad adalah: Al-Qital Muhaamatan ‘anid din (Perang dalam rangka memelihara Ad-din) .

Sulaiman Rasyid, menulis Jihad adalah peperangan terhadap kafir yang dipandang musuh, untuk membela agama Allah (li’iilai Kalimatillah).

didalam Lisanul Arab : dikatakan Al-Jahdu (Al-Jahd) artinya Al-Masyaqqot (jerih payah), dan Al-Juhdu (Al-Juhd) artinya At-Thooqot (kekuatan). Dan dalam Lisanul Arab juga terdapat perkataan Al-Jihaad maknanya : Istifrooghu maa fiil wus'i wattooqoti min qaulin aw fi'li (Mencurahkan segenap tenaga dan kekuatan baik berupa Ucapan maupun Perbuatan).

Ibnu Rusyd mengatakan dalam muqaddimahnya:
"Setiap orang yang meletihkan dirinya di dalam mentaati Allah, maka sungguh ia telah berjihad di jalanNya, kecuali bahawasanya perkataan 'Jihad fie Sabilillah' bila dinyatakan secara mutlak, maka dengan kemutlakannya itu tidak dapat diartikan selain dari: "Memerangi orang orang kafir dengan pedang, hingga mereka masuk kedalam agama Islam atau membayar Jizyah dari tangan mereka, sedang mereka dalam keadaan hina."

Keempat mujtahid madzhab sepakat menyatakan bahwa Jihad menurut Syara' adalah "Berperang dijalan Allah SWT"

Sering orang mengartikan "Jihad" hanya secara lughawi saja: misalnya bersungguh-sungguh dalam belajar adalah jihad, membersihkan halaman rumah dengan sungguh sungguh adalah jihad. Tentu saja itu adalah pengertian yang keliru dan tidak bedasar. Sebab tidak setiap pekerjan baik yang dilakukan dengn sungguh-sungguh itu berarti jihad.

Saya membuat perumpamaan berikut: Shalat menurut lughoh (bahasa) adalah do'a, apakah jika orang telah berdo'a berarti telah shalat?. Tetap saja pengertian sholat harus berdasar kepada pengertian syara', yaitu: Serangkaian perbuatan yang diawali oleh takbir dan diakhiri dengan salam".
____
JIHAD adalah Perang melawan Musuh

Kembali kepada pengertian Jihad.
Jihad artinya adalah perang melawan musuh untuk menegakan Islam (Daulah / Khilafah Islam) atau dengan kata lain untuk meninggikan kalimah Allah.
Musuh Jihad adalah Penguasa yang merintangi tegaknya syari'at Islam

Dapatlah kita simpulkan bahwa jihad / perjuangan secara istilah syar’ie dan makna lughoh (bahasa) adalah meliputi empat unsur:

JIHAD UNTUK MENEGAKAN KHILAFAH
1. Badzlul Wus’I (mengerahkan segenap kekuatan)
2. Al-Masyaqqah (kesiapan menerima kesulitan)
3. Mudafa’atil Aduwwi (melawan musuh)
4. Li’I’lai Kalimatillah (menegakan kalimah Allah) / Liidzhari Dinillah (menegakan Din Islam)
Read More »»»

Selasa, 06 Juli 2010

Manusia, Manusia Setan dan Setan Manusia (part 2) ~ by m iman taufiqurrahman

by: M. Iman Taufiqurrahman
KEYAKINAN YANG MENYIMPANG ( I”tiqad Musyawwahah )


Musyawwahah artinya adalah menyimpang atau tidak lurus. Menyimpang disini adalah melenceng dari keyakinan Tauhidy. sehingga yang mencelup keyakinan (hatinya) bukan celupan Allah / Tauhid [2:138], tetapi celupan setan.

Manusia yang keyakinannya berhasil dirusak syetan, maka akan mengalami badai kesyirikan dan pelakunya disebut musyrik (menyekutukan Allah).

Allah SWT mengancam pelaku syirik (musyrikin) dengan ancaman:
~ Tidak akan diampuni dosanya [4:48]
~ Dihapus amal baiknya [39:65]
~ Haram masuk surga [5:72]
~ Tempatnya neraka [5:72]
~ Haram dimintakan ampunan kepada Allah [9:113]
~ Haram berada dalam kepemimpinannya [5:51, 9:23-24]

Syirik itu artinya menduakan, syirik kepada Allah berarti menduakan Allah dalam pengabdian manusia.

Adapun macam-macam kemusyrikan adalah sebagai berikut:
[1] Syirik dalam ke otoritasan Allah

Manusia yang hatinya dikendalikan setan, maka mereka akan berkeyakinan bahwa otoritas tertinggi membuat hukum ada di tangan manusia. Pada intinya mereka (manusia setan) itu su’udzhan (jelek sangka) kepada Allah, mereka memandang bahwa Allah dengan hukumNya tidak sanggup mentertibkan kehidupan manusia, sehingga mereka berani campur tangan dalam membuat hukum. Mereka ikut memerintah (melarang dan memerintah) manusia, padahal mereka tidak ikut menciptakan dan memberi rizki manusia.

Padahal otoritas (kewenangan) tertinggi membuat hukum ada di tangan Allah SWT (QS 12:40, 6:57). Karena Dia-Lah Pencipta dan pemberi rizki manusia.

Adapun manusia setan, memang kurang ajar, mereka berani memberontak pada hak mutlak otoritas Allah dengan cara membuat hukum sendiri (4:60). Si pembuatnya oleh Allah diberi gelar Thaguth (4:60) sementara hukum produknya adalah hukum jahiliyyah (5;50). Adapun yang mengakui, menerima dan atau bahkan mentaatinya disebut penyembah thaguth (5:60).

Atau mereka mencampur adukan hokum Allah ini dengan hukum buatan manusia (2:42), dan inilah kemusyrikan dalam ke otoritasan Allah SWT.



[2] Syirik dalam kedaulatan Allah

Manusia yang hatinya telah dikendalikan setan, maka akan berkeyakinan bahwa kedaulatan itu ditangan manusia, baik ditangan seorang manusia / raja (monarki) atau ditangan manusia kebanyakan (demokrasi). Padahal dunia ini milik Allah dan Allah adalah PEMEGANG KEDAULATAN TERTINGGI atas seluruh makhluqNya. Dialah Al-Malik (penguasa tertinggi) atas seluruh makhluqNya (2:284) dan Dia adalah Maalikin Naas (penguasa manusia) (114:2).

Pemegang kedaulatan tertinggi berarti pemilik kehendak yang mutlak. Apapun yang dikehendakinya mesti terjadi. Dalam system politik yang menganut demokrasi kehendak tertingginya ditangan rakyat. Apapun yang dikehendaki rakyat, maka Negara wajib menjalankannya. Kehendak itu tidak peduli, apakah menentang syari’at atau tidak. Misalnya Allah menyatakan bahwa wanita tidak boleh jadi pemimpin Negara, tetapi dalam system demokrasi wanita bisa jadi pimpinan negara jika rakyat menghendaki. Inilah contoh kemusyrikan dalam kedaulatan Allah.
[3] Syirik dalam ke loyalitasan Allah

Manusia yang hatinya telah dikendalikan setan, maka akan berkeyakinan bahwa ketaatan itu tidak mutlak kepada Allah SWT. Manusia setan bias jadi taat kepada Allah, tetapi juga taat kepada Thaguth. Misalnya ia shalat untuk mentaati aturan Allah, tetapi dalam ekonomi ia malah menerima dan menerapkan hokum KAPITALIS atau SOSIALIS.

Mereka membagi ketaatan. Dalam hal ritual ia taat kepada hokum Allah tetapi dalam ekonomi, politik, social, budaya, pertahanan dan keamanan (IPOLEKSOSBUDMILKAM) ia mentaati hokum yang dibuat oleh manusia. Inilah kemusyrikan dalam keloyalitasan kepada Allah.

Padahal Allah memerintahkan agar beribadah itu adalah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada Allah SWT saja (98:5)

Itulah beberapa contoh kemusyrikan yang merupakan pertanda manusia pelakunya telah dikuasai dan dirusak keyakinannya oleh setan.


Tulisan sambungan dari: MANUSIA , MANUSIA SETAN DAN SETAN MANUSIA (PART 1)
Read More »»»

Kamis, 01 Juli 2010

MANUSIA, manusia setan dan setan manusia [1] ~ by m iman taufiqurrahman

by: m. iman taufiqurrahman

[58:19] Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.

[58:20] Sesungguhnya orang-orang yang menetang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.

Setan adalah Manusia dan Jin [114:6], yang secara sadar mengganggu manusia agar menyimpang dan menentang dari JALAN ALLAH [15:39-40]. Adapun titik tuju (sasaran) dari GERAKAN setan adalah Aqliyah (pola pikir), I’tiqadiyah (keyakinan), ma’nawiyah (sikap mental) dan Amaliyah (perilaku) manusia. Sehingga seandainya keempat sasaran serang setan itu dapat dikuasai oleh setan, maka lahirlah manusia manusia yang “terkuasai setan”, atau manusia yang berada dibawah kendali setan / manusia setan.
Pada gilirannya nanti, manusia-manusia yang berada dibawah kendali setan itu menjadi “HIZBU SYAITHAN” (golongan setan). Jika sudah menjadi golongan setan berarti ia adalah setan itu sendiri yang kerjanya adalah menentang Allah dan RasulNya.

skemanya adalah sebagai berikut:
[1] --> Setan menyerang pola pikir, keyakinan, sikap mental dan perilaku manusia => GERAKAN SETAN
[2] --> Manusia dikuasai setan baik pola pikir, keyakinan, sikap mental dan perilakunya. Jadilah manusia yang dikuasai Setan =>
MANUSIA SETAN
[3] --> Manusia Setan menjadi hizbus Syaithan (golongan setan) yang kerjanya menyerang manusia dari jalan allah =>
SETAN MANUSIA


POLA PIKIR JAHILY

Jahily artinya adalah kebodohan atau tidak cerdas. Ketidak cerdasan disini bukan bodoh dari ilmu pengetahuan / science. Kebodohan dalam terminologi ini adalah ketidak berhasilannya dia menerima Tauhid [47:19], sehingga yang mencelup pola pikirnya bukan celupan Allah / Tauhid [2:138], tetapi celupan setan.

Manusia yang pola pikirnya telah tercelup dengan celupan setan, maka kerangka berpikirnya bukan wahyu Allah tetapi Ra’yu / persangkaan manusia / filsafat [10:35-36].

Adapun contoh-contoh manusia yang pola pikirnya jahily akan menetapkan kebenaran berdasar isme-isme jahily seperti:

[1] Materialisme [maadiyah]

Materialisme hanya menerima kebenaran jika dapat dibuktikan secara materialis (terlihat, teraba, terdengar). Manusia yang berpola pikir materialisme tidak akan menerima entitas entitas non material. Akhirat (surga neraka), Malaikat, bahkan Allah tidak diterima dan dibenarkan karena bersifat ghaib, dan tidak bisa dibuktikan secara empiris. Materialisme hanya meyakini realitas satu-satunya adalah dunia materi yang syahadah (nampak) sementara hal-hal ghaib dianggap sebagai KEBOHONGAN.

Kaum Musa pernah membantah Musa AS tentang Allah SWT, karena Allah tidak terlihat. [“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang , karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya ". (AL BAQARAH (Sapi betina) ayat 55)

[1] Rasionalisme [aqlaniyah]

Rasionalisme hanya menerima kebenaran jika dapat dibuktikan secara rasional (masuk akal / rasio). Rasionalisme masih bisa menerima entitas-entitas non material, selama sejalan dengan rasio manusia. Jika materialisme berkeyakinan bahwa realitas satu-satunya adalah materi, maka rasionalisme meyakini bahwa realitas satu-satunya adalah rasio.

Rasionalisme juga masih bisa berkompromi dengan wahyu, jika wahyu Allah itu sejalan dengan nalarnya.

Rasionalisme pada gilirannya nanti, membebaskan rasio manusia untuk menerima apapun yang sejalan dengan rasionya. Bahkan, membebaskan rasio manusia untuk menggugat doktrin-doktrin wahyu Allah (Qur’an) jika dipandangnya tidaK rasional.

Hukum dua bagian untuk laki-laki dan satu bagian bagi perempuan dalam hukum waris, hukum wanita tidak boleh menjadi imam, hukum rajam, potong tangan, qishash, dll, menjadi sasaran empuk kritikan kaum rasionalisme. Karena aturan aturan tersbut dipandang tidak rasional, tidak relevn, tidak sesuai dengan Zaman dll.

Rasionalisme ini pada kesempatan kini berbaju SEKULARISASI, PLURALIS, LIBERALIS [SPILIS].

Al-Qur’an menyatakan bahwa RASIONALISME adalah bentuk dari kekafiran berpikir. “Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” [53:23]

Iblis Laknatullah pernah mempertontonkan ke rasionalismeannya dihadapan Allah dan mengkritik kebijakan Allah yang menempatkan Adam As sebagai Khalifah di muka bumi, sementara menurut ‘rasio’ Iblis, saya lebih baik daripada Adam AS [7:12].

[1] eksistensialisme [wujudiyah]

Eksistensialisme meyakini bahwa kebenaran itu bersifat relatif, sehingga ukuran kebenaran itu hanyalah dirinya. Benar jika menurut dirinya benar, tidak peduli apakah itu benar atau salah berdasar wahyu Allah SWT. Eksistensialisme menentukan kebebasan manusia untuk berkeinginan, satu-satunya pembatas adalah kebebasan orang lain. Manusia boleh berkeyakinan dan berbuat apa saja 9 boleh jadi kafir, musyrik, munafiq atau fasiq) sesuai keinginannya, asal tidak merugikan manusia yang lain.

Apapaun yang diyakini dan diperbuat manusia ukurannya hanyalah satu: apakah sesuai dengan keinginannya dan menguntungkan dirinya?, tidak ada pertanggung jawaban di akhirat.

[6:29] Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): "Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali-sekali tidak akan dibangkitkan" . (SURAT AL AN'AAM (Binatang ternak) ayat 29)

RASIONALISME , MATERIALISME, EKSISTENSIALISME ADALAH CONTOH-CONTOH KEKAFIRAN DALAM BERFIKIR. CONTOH MANUSIA YANG POLA PIKIRNYA TELAH DIKUASAI SETAN.
TO BE CONTINUED
Read More »»»

Keutamaan Dakwah ~ by: m iman taufiqurrahman

by: m. iman taufiqurrahman
Dakwah adalah jalan suci para Rasul, sebab seluruh Rasul Allah membawa misi yang sama yaitu “Dakwah Tauhid”. Firman Allah SWT: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".” [QS Al-Anbiya 21:25]. Oleh karena itu, berdakwah berarti menapak tilasi tapak lacak para Rasul. Katakanlah (Hai Muhammad): “Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf (12): 108).
Jalan dakwah adalah jalan keberkahan bagi pelakunya (Da’ie) sebab dengan dakwah maka penghuni langit dan bumi akan mendo’akan rahmah dan keselamatan. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.”
(HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).
Rasulullah pernah menyatakan bahwa seseorang mendapat hidayah karena usaha da’ie itu lebih baik bagi dia daripada mendapat “unta merah” (kendaraan terbaik), bahkan lebih baik daripada dunia dan seisinya… subhanallah. Sabda Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan (dakwah)mu maka itu lebih bagimu dari unta merah.” (Bukhari, Muslim & Ahmad). Sabda Rasulullah : “Wahai Ali, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan usaha kedua tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya (lebih baik dari dunia dan isinya). (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).
Itulah jalan dakwah yang mengundang rahmah dan salam dari Allah SWT. Jalan yang akan menghantarkan ummat kepada predikat “khaira Ummat” (ummat terbaik). Firman Allah: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Ali Imran (3): 110).”
Saudaraku!, semoga kita sanggup dan berani menyambut seruan dakwah ini. Menjadi ummat terbaik yang selamat dari azabnya dan meraih ridha ilahy, dengan dakwah.
Jadikanlah Tahun 1431 H atau 2010 M sebagai tahun “kasih sayang” dengan menebar “Rahmah” Allah pada setiap insan.
Read More »»»